BANGKOK - Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o melarang personel militer menggunakan ganja dan juga menyerukan larangan ganja di parlemen. New Strait Times melaporkan, Minggu (26/6).

Wakil Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kolonel Jittanat Punnothok mengatakan, Jenderal Prayut yang juga menjabat menteri pertahanan memerintahkan seluruh cabang angkatan bersenjata untuk mematuhi peraturan ini.

Peraturan juga diterapkan ke polisi dan Departemen Hubungan Masyarakat untuk meningkatkan kesadaran warga sipil tentang risiko membudidayakan dan mengonsumsi ganja.

Menurut laporan Bangkok Post, Jittanat mengatakan perdana menteri memberlakukan larangan ketat ganja untuk penggunaan rekreasi di kalangan petugas dan memperingatkan mereka untuk tidak mempromosikannnya di media sosial.

"Semua organisasi di bawah Kementerian Pertahanan harus mengikuti peraturan Kementerian Kesehatan terkait penggunaan ganja. Mereka diperbolehkan mengonsumsi ganja untuk tujuan medis, bukan untuk tujuan rekreasi," kata Jittanat.

Sementara itu, partai Demokrat meminta ketua parlemen Chuan Leekpai untuk memberlakukan zona bebas-ganja di parlemen karena penggunaan ganja dapat menyebabkan kelelahan dan isu kesehatan lain.

Ketua Partai Demokrat Pisit Leeahtam mengatakan pada Jumat, selain menghapus tanaman ganja dari daftar 5 kategori narkotika, parlemen seharusnya menjadi zona bebas-ganja, sama seperti Universitas Mahidol dan seluruh sekolah di bawah Administrasi Metropolitan Bangkok (BMA).

Supachai Jaisamut dari Partai Bhumjaithai, ketua komite penyusunan RUU tentang ganja dan ganja industri (hemp) mengatakan, ada kebutuhan untuk memaparkan lebih detail mengenai undang-undang tersebut, seperti soal batas jumlah tanaman yang diperbolehkan untuk ditanam.

Dia bilang, komite akan mengundang organisasi-organisasi internasional untuk menjelaskan secara kritis rancangan undang-undang untuk melindungi kesehatan dan keselamatan publik.

Asosiasi pengobatan penerbangan Thailand dan instititut pengobatan penerbangan juga mengeluarkan pernyataan pada Sabtu. Asosiasi ini mensyaratkan semua pilot dan staf yang bekerja di industri penerbangan untuk menjauhkan diri dari penggunaan ganja, karena hal ini dapat mengganggu performa pilot.

Sementara itu dalam perkembangan yang lain, Kedutaan Besar Thaiand di Jepang telah memperingatkan warga Thailand untuk tidak masuk ke Jepang dengan membawa ganja atau produk terkait lainnya.

"Kedutaan besar di Tokyo memperingatkan warga Thailand untuk tidak membawa ganja, ganja industri, atau produk lain yang mengandung ganja ke Jepang. Jika dilanggar, maka dia akan menghadapi hukuman di bawah hukum Jepang," katanya dalam pesan yang diunggah di halaman Facebook pada Jumat.

Menurut pihak kedutaan, kepemilikan ganja atau hemp untuk tujuan ekspor dan impor diancam hukuman penjara paling lama tujuh tahun di Jepang. Sedangkan kepemilikan ganja untuk dijual hukumannya paling lama 10 tahun penjara dan denda hingga tiga juta yen.

Bangkok Post mengatakan, kedutaan juga memperingatkan warga untuk berhati-hati menerima barang ilegal untuk dikirim ke Jepang.

Selasa lalu,Kedutaan Besar Thailand di Indonesia juga mengunggah peringatan yang sama di halaman Facebook. Kedutaan memperingatkan kepada wisatawan Thailand untuk tidak membawa ganja atau ekstraknya saat memasuki negara ini.

Di Indonesia, dendanya mencapai 1 miliar rupiah, lima tahun penjara, atau bahkan hukuman mati, tergantung jumlah narkotika yang ditemukan.

Thailand merupakan negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan kepemilikan dan penggunaan tanaman ganja setelah dihapus dari daftar lima kategori narkotika oleh pemerintah Thailand pada 9 Juni lalu.

Setelah keputusan Kementerian Kesehatan Publik dikeluarkan, narkotika boleh digunakan pada level kurang dari 0,2 persen tetrahydrocannabinol (THC), kandungan psikoaktif ganja.

Namun, pemerintah memberlakukan peraturan lebih banyak lagi, seperti membatasi akses ke tanaman ini bagi mereka yang berusia di bawah 20 tahun , membatasi jumlah tanaman, dan melarang tanaman ini di kampus dan sekolah.

Baca Juga: