JAKARTA - Pelaku pasar terus mencermati perkembangan kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS) yang menjadi pertimbangan bank sentral setempat (The Fed) memulai pengurangan pembelian aset (tapering). Tak hanya itu, mereka juga khawatir dengan potensi krisis keuangan akibat dipicu gagal bayar raksasa properti Tiongkok, Evergrande Group.

Kecemasan tersebut mendorong pelaku pasar beralih ke sarana lindung nilai aman, dollar AS. Di sisi lain, kondisi tersebut semakin menekan kinerja aset berisiko, termasuk rupiah.

"Dorongan terhadap imbal hasil obligasi AS terus bertindak sebagai pendorong untuk dollar AS. Sentimen risk off di pasar semakin mendorong status safe-haven greenback," tulis Tim Riset Monex Investindo Futures dalam kajiannya di Jakarta, Rabu (29/9).

Imbal hasil obligasi Pemerintah AS naik dalam beberapa hari terakhir di tengah prospek pengetatan kebijakan lebih awal oleh The Fed.

Selain itu, kekhawatiran terhadap krisis utang raksasa pengembang properti China Evergrande Group yang belum terpecahkan, bersama dengan krisis energi yang semakin intensif di Eropa dan Tiongkok, berdampak pada sentimen risiko.

Seperti diketahui, kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu (29/9) sore, ditutup melemah 20 poin atau 0,14 persen dari sehari sebelumnya menjadi 14.293 rupiah per dollar AS.

Baca Juga: