JAKARTA - Harga minyak goreng meroket seiring dengan keluarnya kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dicabut pemerintah.
Dalam rilis yang diterima redaksi hari ini, Ketua Umum SPI Henry Saragih mengatakan, kenaikan minyak goreng tetap menjadi beban bagi petani sawit karena mereka juga sebagai konsumen minyak goreng. Sehingga, biaya hidup mereka tertekan walaupun nilai tukar petani (NTP) Februari 2022 subsektor tanaman perkebunan naik.
Belum lagi, kenaikan harga harga tandan buah segar (TBS) juga diikuti dengan kenaikan harga sarana produksi (saprodi) pertanian seperti benih, pupuk, dan obat-obatan. Harga pupuk urea tercatat Rp 400.000 per 50 kg, NPK Rp 750.000, dan KCL Rp 630.000.
"Artinya ketika terjadi kenaikan harga jual sawit, pada saat yang sama biaya produksi dan Penambahan biaya modal (BPPBM) dan biaya kebutuhan rumah tangga ikut naik," katanya, Rabu (23/3).
Di sisi lain, lanjut dia, industri pengolahan produk turunan minyak kelapa sawit, baik itu minyak goreng, B30, dan lainnya belum ada kebijakan yang berpihak kepada perkebunan sawit rakyat.
"Hingga saat ini petani sawit diperlakukan agar tidak menguasai setiap aspek sawit mulai dari hulu, pengolahan pasca panen yang mencakup pabrik kelapa sawit, penyulingan termasuk produksi minyak goreng, sampai pemasaran dan distribusinya," tandasnya.