JAKARTA - Minyak goreng, menjadi komoditas paling hit belakangan ini. Mesin pencari Google dengan mudah menunjukkan hasil, saat kata kunci 'minyak goreng' kita klik. Kurang dari 0,68 detik, sedikitnya 103,000,000 hasil pencarian akan muncul. Media sosial pun dipenuhi percakapan terkait minyak goreng.

Berbeda dengan dunia maya yang banjir info, hingga Senin (15/3) keberadaan minyak goreng masih langka di pasar. Masyarakat, masih sulit mendapatkan minyak sawit di negeri yang memiliki lahan sawit terluas di dunia ini. Masyarakat, didominasi kaum emak-emak, harus menggunakan berbagai jurus, agar bisa mendapatkan satu liter minyak sawit yang sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).

Rilis Kemeninfo pada Rabu (16/3) siang ini menjelaskan jurus pamungkas pemerintah mengatasi kelangkaan minyak goreng ini. Berikut selengkapnya.

Diketahuipemerintah telah memberikan subsidi dengan cara memberlakukan kebijakan minyak goreng Rp14.000 per liter, pada 19 Januari 2022 lalu. Selanjutnya, per 1 Februari, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET), masing-masing untuk minyak goreng curah Rp11.500, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.000, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000.

Selain menetapkan HET, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga telah mengeluarkan sejumlah jurus untuk mengatasi masalah minyak goreng yang harganya mulai naik sejak Oktober 2021 lalu itu. Antara lain dengan memberlakukan kewajiban pemenuhan dalam negeri (DMO), menetapkan kewajiban harga dalam negeri (DPO), hingga melakukan operasi pasar. Trilyunan rupiah telah digelontorkan pemerintah agar keberadaan dan harga minyak goreng stabil.
Dengan berbagai jurus itu, dalam kalkulasi Menteri Perdagangan MLutfi, akan membuat pasokan minyak goreng melimpah di pasar. Namun, ternyata semua jurus itu belum membuahkan hasil nyata. Keluhan masyarakat masih terdengar nyaring hingga Senin (15/3); minyak goreng tetap langka.Bahkan kelangkaan minyak goreng itu juga terjadi di daerah-daerah lumbung kelapa sawit, yaitu Riau dan Kalimantan Barat.

Di sejumlah tempat, dengan mudah akan ditemukan sejumlah warga yang masih bolak-balik mengecek ketersediaan minyak goreng di minimarket atau warung terdekat. Itu pula yang dijani Rasmi. Demi jualan gorengannya tetap jalan, warga di Bekasi itu, akhirnya memilih membeli minyak goreng curah di pasar tradisional, meski untuk itu dia harus mengeluarkan Rp20.000 per liter, tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Warsi pun berharap pemerintah bertindak cepat dan tidak membiarkan persoalan ini berlarut-larut.

Kembali ke Mekanisme Pasar

Merespon masalah minyak goreng yang tidak kunjung selesai, pemerintah kembali turun tangan. Atur ulang pasar kembali dilakukan. Kali ini, pemerintah menyerahkan harga minyak goreng mengikuti mekanisme pasar.

Dalam istilah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, harga minyak goreng kemasan akan disesuaikan dengan harga keekonomian. Dengan begitu, harga minyak goreng kemasan akan mengikuti harga di pasar.

"Harga (minyak goreng) kemasan akan menyesuaikan terhadap nilai daripada keekonomian, sehingga tentu kita berharap bahwa dengan nilai keekonomian tersebut minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual, Senin (15/3).

Dengan kebijakan anyar itu, Airlangga berkeyakinan minyak goreng akan tersedia di pasar modern dan juga pasar tradisional. Sebelumnya, sebagaimana diketahui, harga minyak goreng kemasan diatur dengan HET. Minyak goreng kemasan premium dipatok di harga Rp14.000 per liter, dan kemasan sederhana dipatok di harga Rp 13.500 per liter.

Menurut Airlanggakebijakan itu diambil dari hasil rapat terbatas dengan melihat perkembangan ketidakpastian global. Pasalnya, belakangan ini perkembangan ketidakpastian global telah menyebabkan harga pasokan energi dan pangan naik dan langka, termasuk ketersediaan CPO untuk minyak goreng.

Selain menyerahkan ke meknisme pasar, pemerintah juga akan memberikan subsidi untuk minyak goreng curah. Namun, harga eceran tertinggi minyak goreng curah dinaikkan dari Rp11.500 menjadi Rp14 ribu per liter.
Terkait kebijakan baru minyak goreng ini, Kepolisian RI pun menyatakan siap melakukan pengawalan secara penuh."Oleh karena itu, sesuai apa yang disampaikan bapak Menko Perekonomian terkait perubahan harga minyak curah jadi Rp 14.000 untuk HET, kami dari kepolisian siap mengawal sehingga jaminan distribusi dan ketersediaan di pasar betul-betul riil di lapangan," ungkap Kapolri Listyo Sigit dalam kesempatan yang sama.

Pilihan penjualan minyak goreng mengikuti mekanisme pasar, sebelumnya datang dari berbagai kalangan. Antara lain dari Ombudsman Republik Indonesia dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, juga oleh sejumlah kalangan masyarakat. Alasannya, antara lain untuk menghindari spekulasi dan munculnya para penimbun.

"Kita usulkan ke pemerintah sebenarnya harga dilepas saja, supaya nggak ada pemain tadi. Kita minta berikan BLT ke rakyat kecil, jadi rakyat kecil tertolong kalau mereka tertolong nggak akan ada masalah. Kalau yang menengah atas sih saya rasa aman-aman saja daya belinya ada," ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Suryadi Sasmitadalam konferensi pers virtual Kadin, beberapa waktu sebelumnya. (*)

Baca Juga: