JAKARTA - Bagi perempuan yang memiliki usia 40 ke atas perlu melakukan waspada terhadap gejala-gejala menopause yang terjadi. Hal ini karena perubahan hormonal yang terjadi saat menopause dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup jika tidak ditangani dengan baik.

Presiden Perkumpulan Menopause Indonesia (Perminesia), Dr. dr. Tita Husnitawati, Sp.OG (K)-Fer, menjelaskan, menopause merupakan kejadian alamiah yang pasti dialami semua perempuan. Kondisi menopause merupakan kondisi berhentinya siklus menstruasi secara alami.

"Perubahan hormon pada tubuh perempuan menopause menyebabkan gejala-gejala yang dapat mengurangi kualitas hidup. Semua perempuan harus mengenal gejalanya, kapan terjadi untuk siap menghadapi sebagai proses alami yang patut disyukuri," ujar dia. dalam konferensi pers Rabu (19/10).

Ia melanjutkan, kondisi menopause menyebabkan gejala atau sindroma metabolik yang terdiri dari obesitas perut yang ditandai lingkar perut lebih dari 80 cm, tekanan darah meningkat, dan pemeriksaan laboratorium menunjukan profil lemak abnormal dan gula darah meningkat. Hal ini terjadi karena biasanya mengonsumsi makanan berkalori tinggi, kebiasaan merokok, dan pertambahan usia.

Risiko perubahan tubuh akibat menopause tersebut kata dr Tita dapat dihindari. Caranya dengan membiasakan hidup sehat yaitu dengan berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok.

"Jenis olahraga yang tepat adalah olahraga yang membuat lancar atau tidak menghambat pertukaran udara (aerobik) adalah jenis olahraga yang dianjurkan, sebaiknya dilakukan setiap hari selama 30 menit, minimal 4 kali seminggu, dengan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan usia," tutur dr. Tita.

Selain gaya hidup, pengobatan untuk gejala menopause dapat dilakukan dengan pengobatan hormon. Pengobatan hormon untuk keluhan yang terjadi bukan pengobatan utama untuk menopause, karena cara ini tidak dapat diaplikasikan pada mereka yang memiliki sindrom metabolik obat tersebut.

"Namun pengobatan hormonal saat ini bisa lebih aman. Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal melalui kulit, selaput lendir atau vagina," tambah dr. Tita.

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Dr. dr. Natalia Widiasih, Sp.KJ (K), MPd.Ked, menjelaskan, perubahan hormon pada perempuan di masa menopause dapat menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu produktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup. Perempuan dalam masa tersebut rentan mengalami penurunan daya berpikir (fungsi kognitif), berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi demensia atau kepikunan.

"Estrogen berperan dalam mediasi neurotransmitter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel. Estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, yaitu bentuk energi yang dibutuhkan sel," ujar dia.

Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak. Hal ini berdampak pada penurunan fungsi kognitif hingga demensia atau kepikunan.

Selain mengganggu kemampuan kognitif, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental perempuan di masa menopause. Perempuan menopause lebih rentan mengalami gangguan mood yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fluktuatif (mood swing).

"Penurunan hormon estrogen memegang peranan penting dalam perubahan mood, terkait dengan fungsinya dalam regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti hormon serotonin, dopamine, dan norepinephrine. Disregulasi dari berbagai neurotransmitter tersebut pada daerah hipotalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah (fatigue)," jelasnya.

Perubahan mood yang dibiarkan dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi. Gejala kecemasan, jelasnya, ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas.

Gejala depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup. Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan terbentuknya pandangan negatif pada dirinya (negative body image).

"Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood," jelas dr. Natalia.

Hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik dapat membantu meringankan stres akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase ini. Peran support system sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause.

Ketika terdapat disfungsi seksual akibat menopause, pasangan perlu saling mengkomunikasikan ekspektasi satu sama lain terkait hubungan seksual. Pasangan juga dapat melakukan couples therapy untuk membantu pasangan agar dapat saling memahami dan membentuk strategi dalam menghadapi perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi.

"Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan dan ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini," tutupnya.

Baca Juga: