Para ilmuwan sepakat bahwa Dentuman Besar (Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta. Teori lain menawarkan hal berbeda dengan menyatakan saat cahaya bergerak melalui ruang angkasa, ia kehilangan energi dalam jarak yang sangat jauh karena interaksi dengan partikel atau medan.
Para ilmuwan sepakat bahwa Dentuman Besar (Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta. Teori lain menawarkan hal berbeda dengan menyatakan saat cahaya bergerak melalui ruang angkasa, ia kehilangan energi dalam jarak yang sangat jauh karena interaksi dengan partikel atau medan.
Sebuah studi observasional baru-baru ini menentang salah satu teori sains modern yang paling diterima secara luas yaitu teori Dentuman Besar (Big Bang). Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Particles itu menyatakan bahwa perluasan alam semesta mungkin tidak disebabkanoleh ledakan besar miliaran tahun yang lalu.
Menurut para pengusulnya dari tim ilmuwan dari Kansas State University Amerika Serikat (AS) perluasan alam semesta disebabkan oleh penjelasan teori alternatif "pinggiran" yang telah ada selama hampir satu abad teori yaitu "Cahaya Lelah" (Tired Light).
"Teori Cahaya Lelah banyak diabaikan karena para astronom mengadopsi teori Big Bang sebagai model konsensus alam semesta," kata Dr Lior Shamir, penulis studi dan profesor madya ilmu komputer di Kansas State University dalam sebuah rilis dikutip dari the debrief.org.
"Namun keyakinan beberapa astronom terhadap teori Big Bang mulai melemah ketika Teleskop Luar Angkasa James Webb (James Webb Space Telescope/JWST) yang kuat melihat cahaya pertama," tambah dia.
Dr Shamir menjelaskan bahwa JWST memberikan gambar yang lebih dalam dari alam semesta yang sangat awal, tetapi alih-alih menunjukkan alam semesta awal yang masih bayi seperti yang diharapkan para astronom, ia menunjukkan galaksi yang besar dan matang. Jika Big Bang terjadi seperti yang awalnya diyakini para ilmuwan, maka galaksi-galaksi ini lebih tua dari alam semesta itu sendiri.
Teori Big Bang sendiri telah lama menjadi penjelasan yang berlaku untuk asal usul alam semesta. Menurut teori ini, alam semesta dimulai sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu. Awalnya berupa singularitas yang sangat panas dan padat, mengembang dengan cepat dan mendingin seiring waktu.
Peristiwa ini diyakini telah menjadi dasar bagi kosmos, yang mengarah pada pembentukan galaksi, bintang, dan planet. Teori Big Bang didukung oleh beberapa bukti, seperti radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik, distribusi galaksi, dan pergeseran merah cahaya yang diamati dari galaksi-galaksi jauh yang menyiratkan bahwa alam semesta mengembang.
Namun dalam studi baru ini, Dr Shamir menyatakan bahwa pergeseran merah fenomena ketika cahaya dari objek yang jauh bergeser ke ujung spektrum merah, yang menunjukkan bahwa objek tersebut bergerak menjauh mungkin tidak serta merta membuktikan bahwa alam semesta mengembang seperti yang disarankan oleh teori Big Bang.
Sebaliknya, bukti dapat mendukung alternatif yaitu teori Cahaya Lelah. Teori ini pertama kali diajukan pada tahun 1929 oleh astronom Swiss bernama Dr Fritz Zwicky. Teori ini menawarkan penjelasan yang berbeda untuk pergeseran merah yang diamati dalam cahaya dari galaksi yang jauh.
Menurut teori ini, saat cahaya bergerak melalui ruang angkasa, ia kehilangan energi dalam jarak yang sangat jauh karena interaksi dengan partikel atau medan, yang menyebabkannya "lelah" dan bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang, seperti merah. Proses ini akan memberi penampakan alam semesta yang mengembang tanpa memerlukan gerakan galaksi yang sebenarnya keluar dari titik pusat, seperti yang diajukan oleh teori Big Bang.
Teori "Cahaya Lelah" awalnya dikesampingkan oleh komunitas ilmiah demi teori Big Bang, terutama karena teori ini tidak dapat sepenuhnya menjelaskan pengamatan tertentu, seperti radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik dan kecerahan permukaan galaksi yang berevolusi seiring waktu.
Namun, pengamatan dan analisis terkini, seperti yang disajikan dalam studi baru ini, dapat mendorong evaluasi ulang hipotesis Dr Zwicky. Dalam makalah yang baru diterbitkan, Dr Shamir berpendapat bahwa data observasional terkini menantang interpretasi standar pergeseran merah sebagai bukti ekspansi universal.
Studi tersebut menunjukkan bahwa model Cahaya Lelah mungkin lebih baik menjelaskan fenomena kosmologi tertentu khususnya bagaimana cahaya berperilaku dalam jarak kosmik yang sangat jauh.
Studi tersebut berfokus pada perbedaan antara data yang diamati dan prediksi yang dibuat oleh model Big Bang, termasuk laju ekspansi yang disimpulkan dari data pergeseran merah. Dr Shamir menunjukkan bahwa sementara teori Big Bang memprediksi laju ekspansi yang seragam, data observasional menunjukkan gambaran yang lebih kompleks yang dapat ditafsirkan melalui kerangka kerja Cahaya Lelah.
Selain itu, studi tersebut memperkenalkan serangkaian perhitungan dan simulasi untuk menunjukkan bagaimana model Cahaya Lelah dapat selaras dengan data terkini tentang struktur dan perilaku alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa model Cahaya Lelah berpotensi menjelaskan fenomena seperti ketidakkonsistenan konstanta Hubble yang mewakili laju ekspansi alam semesta yang telah menjadi subjek perdebatan sengit dalam komunitas ilmiah.
"Hasil penelitian menunjukkan bahwa galaksi yang berotasi ke arah berlawanan relatif terhadap Bima Sakti memiliki pergeseran merah yang lebih rendah dibandingkan dengan galaksi yang berotasi ke arah yang sama relatif terhadap Bima Sakti," terang Dr Shamir.
"Perbedaan tersebut mencerminkan gerakan Bumi saat berotasi dengan Bima Sakti. Namun, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perbedaan pergeseran merah meningkat saat galaksi berada lebih jauh dari Bumi. Karena kecepatan rotasi Bumi relatif terhadap galaksi adalah konstan, alasan perbedaannya bisa jadi adalah jarak galaksi dari Bumi. Itu menunjukkan bahwa pergeseran merah galaksi berubah seiring jarak, yang merupakan apa yang diprediksi Zwicky dalam teori Cahaya Lelah-nya," ungkap dia.
Serukan Pertimbangan
Temuan penelitian tersebut tidak sepenuhnya menolak teori Big Bang tetapi menyerukan pertimbangan yang lebih luas tentang penjelasan alternatif yang juga dapat sesuai dengan data yang tersedia. Dr Shamir menyarankan bahwa teori Cahaya Lelah layak mendapat perhatian baru, terutama mengingat kemajuan terkini dalam teknologi observasi yang memberikan pandangan yang lebih jelas tentang fenomena kosmik.
Meskipun penelitian baru ini menawarkan bukti menarik yang mendukung teori Cahaya Lelah, komunitas ilmiah kemungkinan akan mendekati klaim tersebut dengan hati-hati. Pasalnya teori Big Bang telah menjadi model kosmologi yang dominan selama hampir satu abad. Teori ini didukung oleh data observasi yang luas, termasuk distribusi galaksi di seluruh alam semesta. hay/I-1