Salah satu destinasi wisata cagar budaya favorit di Surabaya adalah Makam Belanda Peneleh. Di lokasi ini kita bisa menyaksikan kompleks pemakaman tertua di Jawa Timur yang asri dan rapi hingga tak heran kerap digunakan untuk para pehobi fotografi sebagai lokasi pemotretan.

Salah satu destinasi wisata cagar budaya favorit di Surabaya adalah Makam Belanda Peneleh. Di lokasi ini kita bisa menyaksikan kompleks pemakaman tertua di Jawa Timur yang asri dan rapi hingga tak heran kerap digunakan untuk para pehobi fotografi sebagai lokasi pemotretan.

Kota-kota pelabuhan di Jawa dikenal kaya dengan berbagai peninggalan sejarah masa penjajahan. Peninggalan ini kerap menjadi tujuan favorit bagi penggemar wisata sejarah.

Pada masa Hindia Belanda, Surabaya, berstatus sebagai ibu kota Karesidenan Surabaya, mencakup daerah yang kini menjadi Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur. Sejak saat itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia Belanda setelah Batavia.

Sebelum Perang Dunia ke-2, di sekitar pusat kota lama Surabaya terdapat banyak bangunan-bangunan rumah toko, yang kebanyakan bertingkat dua. Rumah-rumah toko ini terinspirasi dari tradisi Eropa dan Tionghoa peranakan. Walaupun sebagian telah dibongkar untuk pembangunan baru, masih banyak bangunan-bangunan lama yang dipertahankan sebagai cagar budaya.

Pada masa setelah kemerdekaan Indonesia, pusat perkembangan arsitektur kota Surabaya hanya terpusat di wilayah Jembatan Merah dan sekitarnya,

Salah satu destinasi wisata cagar budaya atau heritage favorit di Surabaya adalah Makam Belanda Peneleh. Tempat yang dikenal pula sebagai makam Kristen Belanda ini adalah salah satu komplek pemakaman tertua di Jawa Timur ini.

De Begraafplaats Peneleh Soerabaja atau Makam Peneleh Surabaya, telah ada sejak tahun 1814. Dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, komplek ini ditempati tidak kurang dari sekitar 15-25 ribu jasad warga Eropa di Jawa Timur, umumnya dari Surabaya.

Mereka tidak hanya orang Belanda, juga berasal dari negara-negara Eropa seperti Jerman, Inggris, Italia, Armenia, Prancis, Belgia, Austria, Swiss, Norwegia, bahkan Russia.

Begitu melewati pintu gerbang yang terbuat dari baja tua, pengunjung akan langsung disambut dengan jajaran ribuan nisan dengan berbagai macam ornamen dan arsitektur khas kolonial.

Mengingat lokasi itu banyak digunakan untuk memakamkan para petinggi Hindia-Belanda, sebagian nisan atau bangunan juga dibuat dengan bahan khusus. Seperti batu granit, marmer, dan besi yang ada di bagian nisan bukan spesifikasi standar kala itu.

Sejumlah artefak atau nisan telah dicat ulang dengan warna putih, emas atau hitam agar terlihat menarik. Sementara sebagian besar artefak yang lain tetap dibiarkan dalam keadaan asli, dengan warna agak kusam, beberapa bagian mengelupas, atau sejumlah patung malaikat yang sudah tidak utuh.

Namun kondisi itu justru memberikan sensasi tersendiri, kesan heritage yang lebih kuat. Seolah dari setiap sudut makam bertutur tentang kisah masa lalu dari para penghuni komplek seluas 6,5 hektare itu.

Namun meskipun terlihat berumur, makam kuno ini jauh dari kesan angker. Kompleks tersebut tampak terawat, dikelilingi lahan yang asri, bersih dengan rumput hijau segar yang dipotong rapi. Tak heran lokasi ini juga kerap digunakan untuk para pehobi fotografi.

Destinasi ini relatif mudah dijangkau, terletak di Jalan Makam Peneleh nomor 35 A, hanya berjarak kurang dari satu kilometer dari pusat kota Surabaya. Serunya lagi, pengunjung yang ingin menikmati wisata sejarah tidak dipungut biaya satu rupiah pun, begitu juga jika ada orang yang ingin berziarah.

Bahkan beberapa tahun yang lalu, secara terpisah, saat bertemu dengan Wali Kota Surabaya kala itu, Tri Rismaharini, Duta Besar Republik Armenia untuk Indonesia, Dziunik Aghajanian, dan Duta Besar Russia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, keduanya menyatakan ingin menelusuri jejak-jejak warga negara mereka di Surabaya

Menurut Dubes Vorobieva, ia sempat mendapat informasi bahwa ada tentara Russia yang gugur dimedan perang saat masa penjajahan Indonesia. Namun, Lyudmila mengaku tidak tahu dimakamkan dimana di Surabaya, sehingga dia ingin meminta bantuan pemerintah Kota Surabaya untuk mengecek data-data makam di Surabaya barangkali ada nama warga Russia yang dimakamkan.

"Kalau memang ada, kami ingin berkunjung ke makam itu dan barangkali kami bisa membantu merawatnya. Kami juga ingin catatkan di sejarah kami bahwa dulunya ada tentara Russia yang gugur di Surabaya," ujar Dubes Vorobieva.

Keinginan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Pemkot Surabaya dengan mengecek data nama-nama warga negara asing yang dimakamkan di makam Peneleh, karena terbilang memiliki catatan yang rapi.

Tur Sejarah

Secara terpisah, pengamat sejarah Surabaya, Kuncarsono Prasetyo, menjelaskan, kompleks tersebut dibuka setelah makam Krembangan yang juga merupakan makam kolonial telah penuh.

Menurut dia, orang yang dimakamkan di De Begraafplaats Peneleh bukanlah warga biasa. "Orang yang dimakamkan disini hanya golongan bangsawan seperti pejabat atau orang-orang berpengaruh pada masa itu," ujar dia.

Kuncarsono pun mengungkapkan, pengoperasian dan penggunaan Makam Belanda Peneleh tidak berlangsung lama. Setelah penuh, pada tahun 1923 komplek itu ditutup dan warga asing atau Belanda yang meninggal kala itu dikuburkan di makam Kembang-Kuning, di Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan.

"Tetapi bila ada abu anggota keluarga atau kerabat yang baru saja meninggal, masih dapat dikubur dalam beberapa lapisan di batu nisan yang sama dengan anggota keluarga sebelumnya," ujar Kuncarsono.

Wisatawan juga bisa melanjutkan tur sejarah di kawasan tersebut. Beberapa objek cagar budaya sarat nilai-nilai perjuangan menanti untuk dilihat seperti Rumah HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh Gang VII, atau Rumah Kelahiran Bung Karno di Jalan Peneleh Gang Pandean IV.

Selain itu, karena lokasi Makam Peneleh sangat dekat dengan Jalan Jagalan dan Jalan Undaan, salah satu surga kuliner di Surabaya, wisatawan bisa melanjutkan perjalanan dengan berburu sejumlah menu khas Surabaya. Sebut saja nasi campur Undaan, nasi Bali, mie ayam, martabak kampung, kue pukis dan menyeduh kopi di beberapa kedai kawasan itu. SB/I-1

Baca Juga: