Peningkatan volume sampah yang tak terbendung memicu berbagai problem. Keberadaannya menciptakan bermacam-macam persoalan, seperti masalah sosial, lingkungan, kesehatan, sampai permasalahan ekonomi.
Persoalan lingkungan menjadi isu paling santer disuarakan jika membicarakan sampah. Berbagai masalah lingkungan akibat sampah mencuat, sampah mencemari beragam komponen kehidupan mulai dari tanah, air, hingga udara. Oleh karena itu, berbagai elemen yang ada berbondong-bondong menciptakan solusi dan inovasi untuk menangani permasalahan sampah. Daur ulang menjadi solusi paling masif yang dilakukan untuk menangani sampah. Tidak hanya menjaga lingkungan tapi tindakan tersebut juga bernilai ekonomi.
Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mengembangkan Laboratorium Daur Ulang Sampah (LDUS) dan limbah sejak lama.
LDUS kemudian berganti nama menjadi Rumah Inovasi Daur Ulang atau yang bisa disingkat RINDU. Didirikan sejak 2011, RINDU telah mengembangkan berbagai metode dan teknologi yang mampu mengolah sampah serta limbah menjadi produk yang bermanfaat.
Sekretaris PIAT UGM, Chandra Wahyu Purnomo, menerangkan bahwa RINDU memiliki konsep pengolahan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Mula-mula sampah yang terkumpul dipisahkan ke dalam dua tipe, yakni tipe reusable dan non-reusable. Beberapa contoh tipe sampah reusable, seperti botol dan kertas. Sampah reusable selanjutnya akan diubah menjadi berbagai bentuk kerajinan.
Sementara tipe sampah non-reusable yang meliputi sampah plastik, makanan, ranting akan disortir secara manual terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan. Hasil sortiran akan membedakan sampah plastik dan organik.
Sampah organik akan dicacah dan dijadikan komposer, sampah plastik akan dicacah dan dipirolisis menjadi BBM, sementara itu residu yang tersisa akan dibuang ke incenator.
Ada dua teknologi fundamental yang dikembangkan RINDU. Teknologi pertama berbasis fermentasi yang meliputi komposting dan biogasifikasi. Sementara itu, teknologi yang kedua berbasis termal. Meski demikian, RINDU juga mengembangkan teknologi berbasis mekanik, seperti pengeringan, pencacahan, penepungan, dan peletisasi.
"Selanjutnya beberapa teknologi tadi diaplikasikan untuk mengelola berbagai sampah dan limbah," terang Chandra.
Teknologi fermentasi dan peletasi merupakan teknologi yang banyak diaplikasikan pada limbah peternakan. Berbagai limbah peternakan, seperti feses, urine, darah, dan bulu hewan ternak mampu diolah RINDU menjadi berbagai barang berdaya guna.
Limbah peternakan seperti kotoran ayam misalnya, telah dapat diproses pupuk lepas lambat oleh RINDU. "Peletisasi dapat diaplikasikan langsung di peternakan ayam sehingga kotoran ayam dapat langsung diolah, tidak menumpuk terlalu lama dan menimbulkan bau," jelas Chandra.
RINDU juga mampu mengolah limbah bulu ayam menjadi pakan ternak melalui proses penepungan.
Selain feses dan bulu, limbah peternakan yang diolah menjadi produk bermanfaat berupa pupuk lepas lambat serta tepung pakan ternak. RINDU juga mampu melakukan pemrosesan limbah cair berupa urine dan darah dari rumah potong hewan.
Urine dan darah diambil komponen fosfornya. Chandra menjelaskan fosfor (P) yang terkandung dalam urine dan darah diolah dengan proses biogasifikasi untuk menghasilkan biogas. "Pengambilan unsur P ini sangat penting dan selanjutnya dipakai sebagai pupuk sumber fosfor alami menggantikan pupuk P sintetik," jelasnya.
Teknologi pengambilan P struvtive dan anaerobic digestion memakai reaktor kontinu karena dua teknologi bisa dikombinasikan sehingga menjadi unit pengolah limbah yang terintegrasi.
Teknologi Pengomposan Modern
Tak hanya mengolah limbah peternakan, teknologi unggulan lainnya yang dikembangkan RINDU adalah teknologi termal. Teknologi termal yang dikembangkan yakni pirolisis sampah plastik menggunakan bantuan katalis.
Chandra menerangkan prinsip pirolisis ini relatif sederhana yaitu limbah plastik dipanaskan dan uapnya diembunkan menjadi cair yang kemudian digunakan sebagai bahan bakar.
Koordinator Lapangan Bidang Energi dan Pengolahan Limbah, Septi Handayani, menambahkan mula-mula sampah plastik yang terkumpul dimasukkan ke dalam tabung reaktor pirolisis dengan tambahan katalis.
Proses tersebut setidaknya memakan waktu satu jam hingga limbah plastik diubah menjadi bahan bakar. Selain menjaga lingkungan dari sampah plastik yang sulit terurai, teknologi ini turut menyediakan kembali energi berupa bahan bakar cair yang setara bensin dan solar.
Septi melanjutkan bahwa hingga kini RINDU mampu mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar sekitar empat ton tiap bulannya. "Jumlah tersebut terbilang sedikit, mengingat seluruh teknologi termal yang dibuat merupakan hasil riset peneliti RINDU dan UGM yang masih dalam tahap penelitian dan pengembangan," tuturnya.
Teknologi termal lainnya yang dikembangkan RINDU adalah teknologi hidrotermal. Kelebihan teknologi hidrotermal yakni mampu mengolah semua jenis sampah tanpa dipilah.
"Berbeda dengan pirolisis sebelumnya yang hanya mampu memproses sampah plastik saja, teknologi hidrotermal mampu mengolah berbagai macam sampah kecuali kaca dan besi menjadi bahan bakar cair," jelasnya.
Menurut Chandra, teknologi paling matang yang dimiliki RINDU saat ini adalah teknologi pengomposan modern. Ia menerangkan teknologi pengomposan modern dengan sistem rotary composter ini dapat mempercepat proses pengomposan dan meminimalkan bau.
Jika waktu pengomposan sederhana mambutuhkan 30-40 hari, dengan sistem rotary composter ini waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan kompos hanya 14 hari.
Chandra menjelaskan RINDU mampu menghasilkan 4 ton sampah tiap dua minggu yang berarti 8 ton tiap bulannya. Kecepatan pengomposan membuat beberapa perusahaan bermitra dengan RINDU untuk mengolah limbahnya menjadi kompos.
Adanya RINDU tidak hanya berfokus mengelola sampah menjadi barang-barang bermanfaat. RINDU juga melakukan berbagai edukasi kepada masyarakat khususnya anak-anak. Setiap bulannya ratusan siswa dari berbagai jenjang berkunjung dan belajar teknologi dan daur ulang sampah di RINDU.
Pengunjung yang rata-rata murid TK dan SD diajarkan teknologi sederhana mendaur ulang sampah, seperti membuat kerajinan topeng kertas, tempat pensil, tas plastik, hingga pot tanaman. "Diharapkan dengan mengedukasi pengelolaan sampah sejak dini, anak-anak dapat turut serta menjaga lingkungan dari dampak penggunaan sampah," ungkapnya.
Chandra menyebutkan ribuan kilo sampah telah diolah RINDU sejak tujuh tahun lalu. Menerima 60 ton sampah tiap bulannya, setidaknya 5.040 ton sampah telah dikelola RINDU menjadi beragam produk yang berdaya guna tinggi.
Kendati demikian, saat ini belum mampu mengelola sampah dari luar UGM. RINDU masih berfokus untuk mengurangi sampah yang dihasilkan UGM sehingga tidak membebani Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Yogyakarta. "RINDU bukan hanya mengelola sampah, keberadaannya juga sebagai tempat penelitian, praktik, dan edukasi masyarakat tentang sampah," pungkasnya.
Satria Ardhi Nugraha
Penulis adalah Kasubbag Pemberitaan Humas dan Protokol UGM