Penerapan standar industri hijau diharapkan dapat membina industri nasional ke arah pembangunan berkelanjutan.

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung penerapan teknologi pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) guna menggenjot produktivitasnya, tetapi tetap menggunakan pendekatan ramah lingkungan dan keberlanjutan secara global. Penerapan teknologi industri hijau dinilai mampu memacu efektivitas dan efisiensi dalam proses produksi di sektor manufaktur.

"Sebagai salah satu sektor prioritas berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT nasional perlu meningkatkan kualitas produk secara berkelanjutan melalui penerapan standar mutu produk dan sistem manajemen mutu, serta memperhatikan prinsip-prinsip industri hijau," kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi, di Jakarta, Kamis (25/11).

Kepala BSKJI menegaskan komitmen pemerintah terkait penerapan industri hijau di sektor tekstil yang telah tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2019 tentang Standar Industri Hijau untuk Industri Tekstil, Pencelupan, Pencapan, dan Penyempurnaan.

"Kehadiran standar industri hijau ini menjadi bukti komitmen dari pemerintah dalam membina industri nasional ke arah pembangunan berkelanjutan," ujarnya.

Pembinaan yang telah dilakukan, antara lain terkait pemilihan bahan baku, bahan penolong, energi, air, proses produksi, produk, kemasan, limbah, dan emisi gas rumah kaca. Selain itu, dilakukan pembinaan di tataran manajemen perusahaan seperti kebijakan dan organisasi perencanaan strategis, pelaksanaan dan pemantauan, tinjauan manajemen, tanggung jawab sosial perusahaan, serta ketanagakerjaan.

Guna mendorong perusahaan TPT di Tanah Air menerapkan teknologi industri hijau, Kemenperin menggelar kegiatan Diseminasi Teknologi Industri TPT pada 2021 bertema Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi TPT Berkelanjutan untuk Mendukung Peningkatan Substitusi Impor.

Kemenperin juga menginisiasi kebijakan substitusi impor untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong yang menjadi tulang punggung industri pengolahan nasional. Substitusi impor ini diharapkan tidak hanya memacu peningkatan konsumsi bahan baku dan bahan penolong lokal, namun juga memacu industri nasional dalam mengisi kekosongan pada struktur industri yang selama ini diisi dengan cara impor.

Untuk itu, Kemenperin mendorong sejumlah langkah meliputi pemberian insentif teknologi melalui program restrukturisasi mesin/peralatan 4.0 pada industri penyempurnaan kain dan pencetakan kain.

Selanjutnya, penyiapan SDM industri siap kerja melalui pendidikan vokasi yang fokus pada high-skill engineer, dan meningkatkan konektivitas hulu ke hilir industri TPT melalui platform Indonesia Smart Textile Industry Hub (ISTIH) yang saat ini telah digunakan oleh 525 industri TPT.

"Ada pula pendirian National Lighthouse sebagai benchmark implementasi industri 4.0, serta upaya pengembangan ekosistem industri special fiber, high quality yarn, dan functional clothing berbasis polyester, rayon dan padat karya melalui pendirian Apparel Park di Kawasan Industri Terpadu Batang," ungkap Sekretaris Jenderal Kemenperin, Dody Widodo.

Butuh Dukungan

Menurut Dody Widodo, inisiasi kebijakan substitusi impor dan optimalisasi penggunaan produk dalam negeri membutuhkan dukungan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sebagai konsumen.

"Dukungan ini akan mengoptimalkan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN)," tuturnya.

Baca Juga: