JAKARTA - Rupiah berpotensi kembali tertekan dalam perdagangan di pasar uang antarbank pada akhir pekan ini karena dipengaruhi sentimen eksternal, terutama rencana bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed menaikkan bunga acuannya secara agresif mulai kuartal II. Dari dalam negeri, rupiah belum memiliki daya kekuatan menguat karena cadangan devisa Indonesia pada Maret 2022 turun 1,62 persen dari bulan sebelumnya menjadi 139,1 miliar dollar AS.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan risalah rapat dewan kebijakan The Fed atau FOMC meeting minutes mengindikasikan bank sentral akan lebih agresif menaikkan FFR, yakni sebesar 50 basis poin. Selain itu, konflik Russia dan Ukraina masih menjadi tekanan terhadap rupiah.

Kondisi tersebut membuat rupiah berada dalam tren pelemahan. Faisyal memproyeksikan nailai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam transaksi, Jumat (8/4), di kisaran 14.300-14.420 rupiah per dollar AS.

Sebelumnya, kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis (7/4) sore, melemah tiga poin atau 0,02 persen dari sehari sebelumnya menjadi 14.362 rupiah per dollar AS.

"Dollar AS tertekan aksi ambil untung setelah notula rapat menunjukkan bahwa Federal Reserve bersiap untuk bergerak agresif untuk mencegah inflasi," tulis Tim Riset Monex Investindo Futures dalam kajiannya di Jakarta.

Notula rapat pertemuan FOMC pada Maret lalu menunjukkan banyak peserta bersiap untuk menaikkan suku bunga dengan kenaikan sebesar 50 basis poin pada pertemuan mendatang. The Fed juga menunjukkan kesepakatan pemotongan 95 miliar dollar AS per bulan dari kepemilikan aset yang membengkak selama pandemi.

Hal itu dinilai sejalan dengan ekspektasi pasar, tetapi kesiapan pembuat kebijakan untuk memulai segera setelah Mei, kemungkinan akan membuat dollar tetap tinggi.

Baca Juga: