Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga berkontribusi terbesar terhadap inflasi pada Juli 2017.

JAKARTA - Tekanan inflasi pada Juli lalu mengendur dibandingkan bulan sebelumnya. Meski inflasi turun, pemerintah perlu mewaspadai adanya indikasi pelemahan daya beli masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS), Selasa (1/8), melaporkan inflasi pada Juli lalu mencapai 0,22 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau monthto- month (mtm), lebih rendah dibandingkan catatan pada Juni 2017 sebesar 0,69 persen.

Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga berkontribusi paling besar terhadap inflasi bulan lalu, yakni 0,62 persen. Di urutan kedua, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau menyumbang 0,57 persen, kelompok bahan makanan 0,21 persen. Kelompok kesehatan sebesar 0,15 persen dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bakar hanya 0,06 persen.

Dengan capaian secara mtm itu, inflasi tahun kalender 2017 atau Januari-Juli 2017 sebesar 2,60 persen. Secara tahunan atau dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy), inflasi pada Juli lalu 3,88 persen. "Jadi inflasi terkendali, normalisasi sesudah pasca-Lebaran," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, di Jakarta, kemarin.

"Administered prices sudah nggak ada lagi. Seperti kenaikan tarif listrik sudah nggak ada. Volatile food tipis. Jadi, inflasi Juli lebih dikarenakan inflasi inti, yaitu kenaikan makanan jadi dan biaya pendidikan," paparnya. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan inflasi masih aman terkendali. Bahkan, saat Lebaran pun masih tetap terjaga.

"Kita melihat setahun ini kita bisa inflasi pada angka 4 persen, bahkan kita berusaha betul agar sedikit di angka 4, kata dia. Darmin berharap pada sisa bulan di semester II-2017, laju inflasi akan semakin rendah sehingga secara target inflasi dapat tercapai. Sebelumnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah menargetkan inflasi empat persen, namun direvisi dalam APBN Perubahan 2017 menjadi 4,3 persen.

Daya Beli Melemah

Dihubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan, dalam dua tahun terakhir, rendahnya inflasi secara total justru mencerminkan pelemahan daya beli dibandingkan pengendalian harga, terutama pada bahan pangan.

Menurut dia, indikatornya tidak bisa dilihat dari volatile food saja, melainkan juga harus dilihat dari inflasi inti atau core inflation. Data inflasi per Juni 2017 menunjukkan inflasi inti hanya 0,26 persen, turun dibandingkan Juni 2016 sebesar 0,33 persen. Padahal, Juni adalah momentum kenaikan permintaan tertinggi sepanjang tahun karena bersamaan dengan Lebaran.

Inflasi inti juga cenderung stagnan pada Juli 2017 di posisi 0,26 persen. Hal ini mengindikasikan pelemahan daya beli jadi faktor utama. "Solusinya adalah perbaikan daya beli, terutama di kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah," kata Bhima. Menurut Bhima, kunci memperbaiki daya beli melalui penciptaan lapangan kerja secara masif, terutama di infrastruktur yang lebih banyak menyerap tenaga kerja lokal.

ahm/E-10

Baca Juga: