» Pemerintah diminta memperkuat ketahanan pangan melalui upaya peningkatan produktivitas dan hilirisasi pangan.

» Sehabis Lebaran, pemerintah harus bersiap mengantisipasi gelombang orang miskin baru.

JAKARTA - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengatakan inflasi masih akan terus berlanjut terutama karena pengaruh kenaikan permintaan pada bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri.

Ekonom dari LPEM UI, Teuku Riefky, di Jakarta, Selasa (26/3), mengatakan inflasi nampaknya masih akan berlanjut karena harga pangan pada Maret ini masih inflasi yang dipengaruhi oleh kenaikan permintaan.

"Jadi, demand driver juga mempengaruhi," kata Riefky kepada Antara di Jakarta, Selasa (26/3).

Menurut dia, ada dua faktor yang mempengaruhi peningkatan inflasi ke depan, yakni suplai dan permintaan. Dari sisi suplai, harga pangan seperti beras dan berbagai komoditas lainnya masih cukup tinggi. Di sisi lain, tekanan permintaan (demand) juga cukup tinggi. Kedua faktor tersebut yang akan mendorong inflasi akan tetap naik.

Dari sisi permintaan, sebetulnya inflasi yang didorong permintaan itu (demand-driven) cukup baik, artinya kondisi tersebut memicu kenaikan aktivitas ekonomi. Tapi yang dari sisi suplai, kenaikan harga bahan pokok itu dapat menggerus daya beli masyarakat.

"Jadi, kedua faktor ini memang perlu dipertimbangkan dalam estimasi angka inflasi ke depannya," ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah sudah melakukan berbagai upaya yang dibutuhkan untuk menekan inflasi di antaranya melakukan impor dan menjaga kecukupan stok pangan.

Selanjutnya, dalam rangka menjaga inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2024 agar tetap dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus satu persen, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) akan menempuh tujuh langkah strategis pengendalian inflasi 2024 yakni melaksanakan kebijakan moneter dan fiskal yang konsisten dengan upaya mendukung pengendalian inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Langkah strategis berikutnya adalah mengendalikan inflasi kelompok volatile food agar dapat terkendali di bawah 5 persen, dengan fokus pada komoditas beras, aneka cabai, dan aneka bawang.

Pemerintah juga sepakat untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi pangan untuk memitigasi risiko jangka pendek, termasuk mengantisipasi pergeseran musim panen dan peningkatan permintaan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional.

Pemerintah juga diminta memperkuat ketahanan pangan melalui upaya peningkatan produktivitas dan hilirisasi pangan dan memperkuat ketersediaan data pasokan pangan untuk mendukung perumusan kebijakan pengendalian inflasi.

Selain itu, upaya strategis yang disepakati juga untuk memperkuat sinergi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah, antara lain melalui GNPIP, serta memperkuat komunikasi untuk menjaga ekspektasi inflasi.

Sangat Kuat

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB. Suhartoko, mengatakan tekanan inflasi dalam satu sampai dua bulan ke depan memang sangat kuat.

Dari sisi permintaan yang naik ditambah dengan kenaikan harga bahan pokok karena adanya kelangkaan persediaan dalam negeri serta lebih sulitnya impor bahan pangan.

Kenaikan permintaan dalam situasi Lebaran dan puasa seharusnya sudah diantisipasi oleh pengendali harga pangan karena sifatnya berulang.

"Namun, lagi-lagi sering kali terjadi keterlambatan mengantisipasi kenaikan permintaan dengan meningkatkan penawaran pangan agar kenaikan harga tidak besar," papar Suhartoko.

Ke depan, situasi seperti itu seharusnya tidak harus terulang. Paling tidak pemerintah harus mengantisipasi kenaikan sisi permintaan dan penurunan penawaran pangan dalam waktu yang bersamaan dengan memperhatikan ketika Hari Raya Lebaran terjadi bersamaan dengan musim hujan atau kemarau berkepanjangan.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan konsumsi selama Ramadan-Lebaran tertahan naiknya harga pangan yang terlalu tinggi.

"Inflasi bahan makanan memang biasa terjadi karena ada lonjakan permintaan musiman, tetapi untuk Ramadan tahun ini lonjakan harga lebih disebabkan faktor pasokan," katanya.

Persoalan itu, kata Bhima, serius karena beban bagi pekerja terutama di pertanian dan sektor informal menjadi double.

"Mereka tidak dapat Tunjangan Hari Raya (THR) sementara harga kebutuhan pokok yang naik berisiko menimbulkan penurunan daya beli," ungkap Bhima.

Sehabis Lebaran, tegas Bhima, pemerintah harus bersiap mengantisipasi gelombang orang miskin baru.

Baca Juga: