Dalam mengembangkan perangkat yang bisa membantu saksi dalam mengidentifikasi pelaku kejahatan, para peneliti mengembangkan perangkat lunak sendiri yang murah. Peneliti mengubah klip video atau beberapa gambar wajah digital dua dimensi menjadi tiga dimensi (3D).

"Wajah itu dapat dimanipulasi dengan menggerakkan tetikus (mouse) atau dengan jari jika menggunakan perangkat tablet," ujar pemimpin studi profesor psikologi forensik di University of Birmingham, Inggris, Heather Flowe seperti dikutip Scientific American.

Untuk menguji teknologi digital yang dikembangkan, para peneliti merekrut sekitar 1.400 relawan yang berpartisipasi melalui crowdsourcing online. Para "saksi" ini diperlihatkan klip video dari kejahatan tanpa kekerasan yang dilakukan dan kemudian menghabiskan beberapa menit melakukan tugas-tugas yang mengganggu untuk mengalihkan pikiran mereka dari apa yang baru saja mereka lihat.

Selanjutnya mereka menerima satu set foto atau satu set model digital dan diminta untuk mengidentifikasi "pelaku" dari video yang mereka lihat. Hasilnya mereka yang menggunakan barisan foto-foto interaktif jauh lebih baik dalam memilih wajah pelaku yang benar.

"Hasilnya 18 dan 22 persen lebih akurat dibandingkan dengan gambar dua dimensi. Ini benar-benar fantastis, dibandingkan dengan banyak upaya lain untuk meningkatkan prosedur identifikasi tersangka," ujar Flowe.

Beberapa pendekatan sebelumnya telah meningkatkan akurasi tetapi membuat saksi kurang percaya diri dalam pilihan mereka. Misalnya, ketika mereka sebelumnya diperingatkan bahwa barisan foto-foto dimaksud mungkin tidak mengandung tersangka yang sebenarnya, mereka cenderung tidak memilih siapa pun.

"Tetapi pengurangan kepercayaan itu tidak terjadi dalam penelitian ini," kata Flowe.
Flowe mencatat bahwa peningkatan akurasi terjadi baik untuk saksi bersemangat yang lebih cenderung menebak dan saksi konservatif yang hanya membuat pilihan ketika mereka merasa yakin.

Apa yang membuat model digital 3-D menjadi begitu efektif?
"Kami pikir melalui pencocokan pose di mana orang menyandikan atau mempelajari pelaku pada saat kejahatan kemudian mereka mengingat informasi itu, dan mereka mencarinya di barisan untuk memberi isyarat ingatan mereka tentang wajahnya," papar Flowe.

Dalam serangkaian tes lain yang juga dijelaskan dalam studi baru, subjek melihat deretan foto diam dengan kepala berada di posisi yang sama dan pelaku video dengan posisi kepala yang berbeda.

"Saksi lebih akurat ketika orientasi cocok dengan yang ditampilkan dalam video. Hal ini membuat mereka lebih mungkin membedakan yang bersalah dari yang tidak bersalah dengan benar," jelas Flowe.

Menurut John DeCarlo seorang profesor peradilan pidana di University of New Haven yang tidak terlibat dalam riset tersebut mengatakan, penelitian yang mereka lakukan tampak memiliki validitas yang tinggi, dan memiliki ukuran sampel yang besar, sehingga secara teoritis dapat digeneralisasikan.

DeCarlo menilai kenyataan sangat berbeda dari situasi buatan semacam ini. Menonton video online sangat berbeda dengan menyaksikan kejahatan secara langsung. Oleh karenanya tidak ada jalan lain selain menguji pada berbagai skenario identifikasi pada grup besar, dan mengujinya para praktek nyata.

Baca Juga: