Para peneliti masih berdebat perihal usia maupun bentuk asli Gunung Padang. Apakah situs ini sebuah piramida kuno atau sekadar punden berundak?

Harry Octavianus Sofian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Gunung Padang yang terletak di Desa Karyamukti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, telah menarik perhatian publik selama beberapa dekade terakhir. Terlebih, setelah terbitnya penelitian pada Oktober 2023 lalu yang mengklaim bahwa Gunung Padang merupakan situs arkeologi purbakala berusia sekitar 27.000 tahun, dengan bangunan raksasa berupa piramida yang terkubur di dalamnya.

Hingga saat ini, para peneliti, baik di dalam maupun di luar negeri masih berdebat perihal usia maupun bentuk asli Gunung Padang-apakah situs ini merupakan sebuah piramida kuno atau sekadar punden berundak, yaitu teras-teras tanah berundak yang dibuat mengikuti kontur bukit.

Sejarah penelitian dan awal mula kontroversi

Gunung Padang sebenarnya bukanlah penemuan baru bagi para arkeolog.
Pada 1891, seorang peneliti asal Belanda bernama Verbeek pertama kali mempublikasikan keberadaan Situs Gunung Padang dalam sebuah jurnal berjudul Verhandelingen van Het Bataviaasche Genootschap der Kunsten en Wetenschappen Deel XLVI.

Penelitian lebih lanjut kemudian dilakukan oleh arkeolog Belanda N.J Krom pada 1914, yang menyatakan bahwa Gunung Padang merupakan sebuah tempat pemujaan arwah leluhur di masa lalu.

Pada 1979, tiga penduduk setempat menemukan dinding tinggi dan susunan bebatuan di atas bukit ini, yang kemudian dilaporkan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Kebudayaan)

Usai mendapat laporan tersebut, departemen melakukan beberapa kali survei dan penelitian dan memasukkan Gunung Padang dalam peta arkeologi.

Gunung Padang baru mulai menjadi buah bibir pada 2011, usai kelompok peneliti Yayasan Turangga Seta muncul dengan klaim yang cukup fantastis: adanya piramida di beberapa gunung di Jawa Barat, termasuk Gunung Padang. Mereka melakukan pembuktian berdasarkan bisikan gaib atau wangsit dari leluhur untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi ini.

'Rumor piramida' ini kemudian ditindaklanjuti dengan serius oleh kalangan istana melalui Tim Katastropik Purba yang dibentuk oleh Andi Arif, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kelompok riset yang semula beranggotakan 12 peneliti ini selanjutnya berganti nama menjadi Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) Gunung Padang dengan tambahan tim ahli dari berbagai disiplin ilmu, seperti arsitek, filolog, astronom, sampai arkeolog.

Di bawah arahan pakar gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang BRIN) Danny Hilman Natawidjaja, tim melakukan pengeboran. Penemuan-penemuan mereka, seperti semen purba, artefak kujang raksasa, koin logam kuno, pasir peredam gempa, serta dugaan adanya berton-ton emas yang terkubur di dalam Situs Gunung Padang, membuat heboh publik.

TTRM mengklaim bahwa situs ini berasal dari 13.000 hingga 23.000 tahun Sebelum Masehi. Kronologi penemuan situs kemudian diterbitkan oleh arkeolog Ali Akbar dalam bukunya yang berjudul "Situs Gunung Padang, Misteri
dan Arkeologi"
.

Danny Hilman juga menulis buku "Plato Tidak Bohong Atlantis di Indonesia", yang mencoba mengaitkan naskah Plato mengenai Atlantis dengan kebencanaan dan hasil penelitian di Gunung Padang, menyiratkan kemungkinan situs ini berkaitan dengan peradaban Atlantis.

Namun, klaim-klaim ini mendapatkan banyak kritik dari para arkeolog, terutama yang tergabung dalam Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI). Dalam diskusi pada Juli 2013 di Serambi Salihara Jakarta, para ahli arkeologi seperti Truman Simanjuntak dan Daud Tanudirjo menyatakan bahwa hasil penelitian tim Danny masih sebatas hipotesis tanpa bukti arkeologis yang cukup kuat untuk mendukung klaimnya.

Piramida atau punden berundak?

Polemik seputar Gunung Padang kembali mengemuka pada 2022, ketika situs ini dibahas dalam sebuah serial dokumenter yang dipandu oleh Graham Hancook, seorang penulis buku-buku kontroversial tentang keberadaan peradaban-peradaban kuno yang hilang, di Netflix.

Dalam serial Netflix itu, Gunung Padang disebut sebagai bagian dari "Atlantis" yang hilang. Munculnya teori ini kembali mengundang perhatian publik, terutama di media sosial, dengan klaim bahwa peradaban kuno di Paparan Sunda mungkin jauh lebih tua dari yang diperkirakan.

Selang sekitar setahun setelah kemunculan Gunung Padang di serial Netflix, hasil penelitian Danny Hilman Natawidjaja bersama timnya terbit di Jurnal Archaeological Prospection pada Oktober 2023 dan memicu perdebatan lebih lanjut.

Penelitian Danny mengklaim bahwa Gunung Padang kemungkinan adalah sebuah piramida. Publikasi ini membuat gempar, terutama karena klaim bahwa situs tersebut merupakan piramida tertua di dunia karena berusia sekitar 27.000 tahun. Namun, artikel ini kemudian ditarik pada 18 Maret 2024, dan keabsahan klaim tersebut pun kembali dipertanyakan.

Pandangan ilmiah tentang struktur Gunung Padang

Setelah membaca karya ilmiah tersebut, saya berpendapat bahwa metodologi yang digunakan oleh Danny Hilman lebih berfokus pada aspek geologi ketimbang arkeologi. Karya ilmiah dan pemikiran Danny sebagai seorang profesor geologi pakar kebencanaan memang tidak perlu diragukan, namun caranya menyamakan metode geologi untuk membedah arkeologi ini keliru.

Hilman menggunakan metode penelitian seperti pemetaan permukaan, pengeboran inti, penggalian parit dan teknik geofisika terpadu yang melibatkan GPR (Ground-Penetrating Radar), ERT (Electrical Resistivity Tomography), dan ST (Seismic Tomography) untuk melihat struktur bawah permukaan tanah. Metode itu mungkin efektif untuk mengidentifikasi kondisi geologi, namun tidak relevan untuk menemukan artefak arkeologi (cultural layer) yang menjadi bukti adanya aktivitas manusia di masa lalu.

Lapisan budaya atau cultural layer merupakan konsep penting dalam arkeologi, merujuk pada lapisan tanah yang menyimpan jejak aktivitas manusia di masa lampau. Jika suatu lapisan tanah tidak memiliki artefak atau tinggalan lain yang terkait dengan kehidupan manusia, maka lapisan tersebut dianggap steril dari aktivitas manusia.

Ketiadaan temuan artefak di situs Gunung Padang menjadi indikator bahwa lapisan tersebut kemungkinan besar tidak pernah ditempati atau digunakan oleh manusia pada masa lalu.

Sehingga, saya berkesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan Danny Hilman dan timnya adalah penelitian geologi, bukan penelitian arkeologi. Oleh karena itu, penelitian mereka tentang klaim adanya peradaban kuno tertua di Gunung Padang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Secara struktur, Gunung Padang juga jelas bukan piramida, melainkan punden berundak-sebuah bangunan berteras yang dibentuk mengikuti kontur bukit, seperti yang dapat kita lihat juga di Situs Pugung Raharjo, Lampung dan pada struktur Candi Borobudur di Jawa Tengah.

Struktur ini jelas berbeda dengan piramida yang memiliki struktur lebih kaku dengan sisi segitiga yang bertemu di puncak.


Artikel ini telah diperbarui pada 2 Oktober 2024 pukul 17.41 untuk mengoreksi kesalahan penulisan tahun. Penelitian terkait Gunung Padang sebenarnya terbit pada Oktober 2023, bukan 2024 seperti yang disebutkan sebelumnya. Kami mohon maaf atas kekeliruan ini.The Conversation

Harry Octavianus Sofian, Peneliti logam kuno arkeologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Baca Juga: