Bulan suci Ramadan seharusnya menjadi pelatihan untuk kembali menjadi manusia yang suci sesuai fitrahnya yang cenderung pada kebaikan. Inilah mengapa Bulan Ramadan sering disebut bulan yang suci, penuh berkah, dan penuh ampunan. Tampak jelas bahwa yang perlu dipersiapkan saat menyambut Ramadan adalah mental dan fisik agar bisa menjalankan ibadah sebanyak-banyaknya.

Bukan malah sibuk keluyuran membuang-buang waktu di jalan hingga menyebabkan jatuh korban, seperti yang terjadi pada Sabtu (18/5/2019), pukul 01.00 WIB, di Jalan Satrio, Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan. Menurut informasi, seorang peserta sahur on the road yang tertinggal rombongan dikeroyok rombongan lain hingga tewas.

Tawuran antarkelompok pemuda beberapa kali terjadi di Jakarta saat Bulan Ramadan. Sepekan sebelumnya, tawuran terjadi di Jalan KS Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selain tawuran, masyarakat juga dihebohkan dengan video di media sosial yang memperlihatkan aksi kelompok muda menaiki sepeda motor dengan membawa senjata tajam di wilayah Dukuh Atas. Bukan saja di Jakarta, di sejumlah kota lainnya juga kerap terjadi tawuran.

Bahkan, tawuran juga terjadi bukan semata karena gengsi sekolah, namun sudah sampai pada antardaerah atau antarkampung. Sungguh memprihatinkan.

Fenomena tawuran bukan hanya masalah persoalan antarremaja saja, melainkan cenderung lebih karena gagah-gagahan. Mereka tawuran itu kebanyakan ikutikutan saja. Ingin eksis di mata teman-temannya. Jadi, tidak semua diakibatkan persoalan, jika pun ada persoalan palingan satu atau dua anak saja.

Para remaja ini seperti tidak mempunyai arah, mereka tidak mengerti apa yang dikerjakannya itu sangat salah, apalagi melakukan aksi tawuran yang akan berakibat mencederai dirinya maupun orang lain di sekitarnya. Kenapa ini bisa terjadi?

Berdasarkan catatan polisi, ada beberapa faktor tawuran ini marak di Bulan Ramadan. Polisi menyebut beberapa kasus tawuran muncul karena persoalan sepele, mulai dari saling ejek sampai persoalan di media sosial. Persoalan lainnya adalah dendam turun temurun antara satu wilayah dengan wilayah lain yang selalu terlampiaskan saat Ramadan tiba.

Biasanya ini terjadi di lokasi antarkampung yang sudah berkonflik sejak lama. Guna mencegah jatuh korban lagi, sebaiknya harus ada langkah tegas agar kegiatan di jalan raya atau tempat terbuka dilarang.

Jika perlu, aparat keamanan mesti melakukan razia kemudian memberikan sangsi tegas jika ditemukan pelanggaran. Lebih dari itu, aparat mesti meningkatkan razia penggunaan kendaraan bermotor, terutama di malam hari. Sebab, kini hampir di setiap wilayah ada lokasi nongkrong yang berujung kebut-kebutan.

Nah, pamer motor sembari kebut-kebutan itu merupakan awal dari ketersinggungan. Anehnya, sebagian besar kendaraan yang mereka gunakan sudah tidak standar lagi, banyak yang sudah dimodifikasi dan sebagian tidak jelas nomor kendaraaanya. Selain itu, seluruh orang tua harus mengawasi kegiatan anaknya selama bulan Ramadan agar tidak ikut aksi tawuran dan geng motor.

Untuk itu, orang tua harus pula terlibat dalam mengawasi kegiatan anaknya di bulan Ramadan. Tujuannya, agar melaksanakan bulan Ramadan dengan kegiatan positif, meningkatkan kualitas ibadah, dan kesalehan sosial. Fenomena anak jalanan tidak lepas dari dampak kehidupan bebas. Untuk itu, harus ada saluran yang menjadikannya produktif dan berdaya guna. Salah satunya, menyalurkan kegiatan mereka ke potensi yang dimilikinya, entah itu ke kegiatan olahraga atau kesenian.

Baca Juga: