Di sektor peternakan, dibutuhkan kebijakan ekstrem jika permasalahan di bidang tersebut terus berlanjut.
JAKARTA - Tata kelola dunia peternakan masih bermasalah sehingga mengakibatkan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) mudah menyebar. Dari laporan Kementerian Pertanian (Kementan), puluhan ribu ternak di 16 provinsi tertular penyakit mematikan ini.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi, menilai perlu ada langkah kebijakan ekstrem atau fundamental dalam penanganan wabah PMK di Indonesia. Sebab, tata kelola dunia peternakan di Tanah Air masih belum baik, mulai dari pengawasan oleh pemerintah hingga distribusi daging sapi oleh para peternak dan penjual di tingkat masyarakat.
"Ini problem kita. Dunia peternakaners kita masih kacau. Untuk itu, jika terjadi problem terus-menerus, saya katakan harus ada kebijakan yang ekstrem. Fundamental. Kalau saya sih kalau (sapi) sudah sakit ya musnahkan saja. Kalau dimusnahkan, berarti berikan alternatif. Negara memberikan pergantian terhadap ternak-ternak yang dimusnahkan," ujar Dedi dikutip dari laman resmi DPR RI, Jakarta, Kamis (26/5).
Dedi menyoroti lemahnya sisi pengawasan pemerintah. Fungsi kontrol dinilainya tak efektif lantaran minimnya tenaga teknis yang melayani kesehatan hewan di berbagai daerah, khususnya tingkat kabupaten/ kota.
"Tenaga teknis ini semakin tidak ada. Di pusat masih ada jaminan peternakan dipegang oleh dokter hewan. Bapak cek di daerah, kabid atau stafnya bukan yang dokter hewan yang mengerti, lebih mengedepankan pendekatan struktural itu," ujar Dedi.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mengoptimalkan fungsi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) di tiap kecamatan. Pengoptimalan ini penting dilakukan untuk menekan penularan wabah PMK.
Menurut Mentan, keberadaan puskeswan sangat vital untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penularan kontak langsung antarhewan ke hewan atau manusia ke hewan. Selain itu, keberadaan puskeswan selama ini mampu mendekatkan peternak dengan petugas kesehatan hewan.
Berdasarkan amanat Undang-Undang No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan bahwa puskeswan melakukan tugas utama sebagai ujung tombak kesehatan hewan yang strategis dalam mendukung Sistem Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswannas). Dari data per Januari 2022, Indonesia memiliki 1.588 unit puskeswan yang tersebar di seluruh Indonesia. Terdapat juga 89,7 persen kabupaten/ kota yang memiliki puskeswan.
Terus Dibatasi
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah, menyampaikan kembali data yang diterbitkan pada saat rapat kerja Komisi IV DPR RI per 22 Mei 2022 bahwa kejadian PMK terjadi pada 16 provinsi, dengan jumlah hewan sakit 20.723 ekor (0,38 persen) dari total populasi ternak 5,4 juta ekor di wilayah tersebut.
Pelaporan kembali data itu, kata dia, untuk meluruskan kekeliruan sebelumnya. Sebab ada kekeliruan informasi yang beredar di media tentang jutaan sapi terjangkit PMK. Kesalahan terjadi akibat pembacaan tabel data populasi dan hewan sakit, menyebabkan adanya persepsi keliru ini.
"Pemerintah berupaya menekan angka kesakitan dan penyebarannya. Kita apresiasi langkah satgas daerah dan Polri yang sangat proaktif di lapangan," tambahnya.
Dia melanjutkan, hingga kini perkembangan ternak sakit yang berhasil diobati meningkat. Setidaknya 33,29 persen hingga di atas 50 persen di daerah tertentu. Strategi zonasi atau melokalisir kasus hanya pada kandang yang sakit, efektif membantu PMK tidak meluas.