JAKARTA- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan, pengaturan tarif batas atas dan batas bawah bagi operator taksi online yang dimulai sejak 1 Juli lalu, tetap membuat tarif taksi online lebih murah sekitar 15 persen dibandingkan taksi konvensional.

Dalam aturan yang tertuang pada Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek yang berlaku sejak 1 Juli lalu, pemerintah menentukan tarif taksi online berdasarkan wilayah.

Pada wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali, tarif batas bawahnya sebesar 3.500 rupiah dan tarif batas atasnya 6.000 rupiah per kilometer. Sedangkan untuk wilayah II yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua tarif batas bawahnya 3.700 rupiah dan tarif batas atasnya 6.500 rupiah per kilometer.

"Tarif taksi online lebih murah karena dia tidak ada tarif buka pintu. Jadi, lebih murah, lumayan bisa 15 persen dan taksi online masih punya keuntungan, dia masih fleksibel," kata Menhub di Gedung DPR, Rabu (5/7).

Dengan tarif taksi online yang masih lebih murah dibandingkan dengan taksi konvensional, ia berharap agar masyarakat tidak khawatir bila pengeluaran untuk keperluan transportasi menjadi membengkak.

Saling Membunuh

Justru, kata Budi, pengeluaran yang agak sedikit bertambah saat ini akan lebih melindungj masyarakat di kemudian hari. Sebab, masyarakat tidak terjebak dengan tarif murah yang dikhawatirkan hanya berdurasi jangka pendek dan pengaturan tarif ini justru bermanfaat untuk jangka panjang.

"Kami minta toleransi kepada masyarakat yang senang (menggunakan) promo itu. Promo itu sifatnya jangka pendek dalam menguntungkan individu. Tetapi jangka panjangnya bisa saling membunuh," kata Budi.

Pasalnya, bila tarif murah taksi online terus dipertahankan akan menimbulkan kerugian jangka panjang yang berdampak buruk pada iklim bisnis yang menciptakan persaingan yang tidak sehat dan justru dikhawatirkan berimbas ke masyarakat.

"Kalau sudah ada saling membunuh, sudah ada pemenang, dia monopoli. Harga terkendali 6 bulan kita senang tapi 10 tahun kemudian dimonopoli satu operator," jelasnya.

Tak hanya itu, pemerintah, sambung Budi, juga mempertimbangkan masa depan pengemudi atau supir taksi online agar iklim kerja mereka tak mudah menimbulkan gejolak dan dapat pekerjaan ini dapat berkesinambungan.

Adapun dalam Permen Perhubungan 26/2017, pemerintah juga mengatur soal kewenangan dari pemerintah daerah (pemda) untuk menentukan kuota kendaraan taksi online sesuai kebutuhan masing-masing.

Namun, sebelum aturan soal kuota diberlakukan, pemda harus berkonsultasi dengan pemerintah pusat dahulu. Lalu, setiap supir taksi online harus memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) berbadan hukum.

Wakil Ketua Komisi V DPRMuhidin M Said berpandangan, kebijakan dari pemerintah ini sudah tepat karena berorientasi jangka panjang, yang tujuannya membuat bisnis taksi online bisa berkelanjutan dan bersaing dengan cara yang sehat.

"Kita harus memikirkan jangka panjang. Ini sudah mempertimbangkan kepentingan konsumen, modal, supir, dan kita tidak bisa saling mematikan salah satu ini," katanya. bud/Ant/E-10

Baca Juga: