Jakarta - Kedutaan Besar Belanda di Jakarta menghadirkan pertunjukan tari Keturunan yang menceritakan perspektif keturunan orang Maluku yang melalui perjalanan berliku menuju Belanda sebagai ajang untuk mempererat hubungan dan saling memberi inspirasi bagi kedua negara.
"Menunjukkan bahwa kita memiliki banyak orang yang memiliki budaya yang sama, baik Belanda maupun Indonesia, dan mereka berpadu, dan menurut saya, bagi kita, hubungan itu sangat penting," kata Wakil Kepala Departemen Kebudayaan dan Komunikasi Kedutaan Belanda, Jaef de Boer ditemui usai pertunjukan di Jakarta, Sabtu.
Jaef menjelaskan bahwa Keturunan yang juga ditampilkan dalam bentuk film dokumenter dan pameran foto, bercerita tentang generasi kedua dan ketiga orang Indonesia di Belanda yang bertanya-tanya tentang asal muasalnya, budaya, hingga Indonesia itu sendiri karena mereka tinggal di Belanda.
Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh lima penari berdarah Belanda-Indonesia dan atau Maluku, kepada para orang tua, tetangga hingga teman-teman yang mempunyai informasi tentang Indonesia dan diwujudkan dalam pertunjukan tari.
Kedutaan Belanda menilai kisah tersebut layak ditampilkan di Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Jakarta karena dapat menjadi inspirasi bagi kaum muda untuk lebih belajar lagi mengenai identitas pribadi.
"Tari ini akan menjembatani kesenjangan antara negara kita dan mencari koneksi. Karena tarian ini menghubungkan, membantu memperkaya, menginspirasi kita, dan belajar dari satu sama lain. Jadi para penari membawakan pertunjukan tari yang menginspirasi dan kuat dengan koreografi dari seluruh Indonesia secara kontemporer," ucap Jaef.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutir ART&, Gi Au Yeung yang memproduksi Keturunan menjelaskan bahwa proyek multi disiplin tersebut sudah mulai dipentaskan sejak 2022 di berbagai kota di Belanda itu sendiri.
Tarian yang tidak hanya dipengaruhi oleh budaya Maluku, tetapi juga dibumbui dengan tarian tradisional asal Jawa dan Bali itu memiliki durasi sekitar 45 menit dan sudah terlebih ditampilkan di Solo dan Maluku pada pekan lalu.
"Kami menggunakannya sebagai inspirasi untuk terhubung dengan warisan kami. Dan kami memadukannya dengan gaya kontemporer kami sendiri, bagaimana kami dilatih sebagai penari profesional di Belanda. Jadi, ide untuk koreografi kami sangat beragam," jelasnya.
Gi menyampaikan bahwa kostum para penari juga dirancang khusus oleh perancang busana keturunan Maluku-Indonesia yang memadukan beragam bentuk dan tekstur dengan beragam motif dengan corak khas Maluku dan Belanda.
Pihaknya turut memasukkan pidato proklamasi oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno sebagai bagian dari musik yang mengiri pertunjukan tari karena merasa momentum tersebut sedikit banyak membentuk jati diri masyarakat keturunan Indonesia terutama Maluku yang tinggal di Belanda.
"Kami menggunakan momen penting dalam sejarah untuk memberi tahu orang-orang, kami ada di sini sekarang, tetapi kami juga menghormati semua yang telah terjadi sebelumnya sehingga kami bisa berada di sini, bebas sekarang," tutur dia.