JAKARTA - Target Indonesia untuk meraih ketahanan pangan masih sebatas impian. Dari era Presiden ke-2 RI, Soeharto, hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketahanan pangan apalagi swasembada tak kunjung terealisasi.

Sejumlah program untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri telah beberapa kali digagas oleh pemimpin-pemimpin yang menjabat, namun belum ada satu pun yang berkelanjutan.

Sejarah mencatat, upaya peningkatan hasil produksi beras pernah dilakukan oleh Presiden Soeharto melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Selanjutnya, pemerintah melalui program Bimbingan Masal (Bimas) berupaya mendorong peningkatan hasil produksi beras.

Saat ini, Presiden Jokowi menggalakkan "Food Estate" atau lumbung pangan, namun juga belum kunjung mendapatkan hasil pertanian yang mampu menutupi kebutuhan pangan dalam negeri. Impor berbagai komoditas pangan pun, seperti beras, jagung, kedelai, hingga gandum masih terus berjalan.

Asisten Deputi Utusan Khusus Presiden (UKP) RI, Ahmad Yakub, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Kamis (20/7), mengatakan dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional selain fokus pada upaya peningkatan produksi dan konsumsi, juga perlu edukasi dan sosialisasi tentang budaya konsumsi pangan yang bijaksana.

"Kita perlu memberikan edukasi secara masif kepada masyarakat agar bijak dalam konsumsi pangan, lebih baik menambah daripada membuang, serta mengambil makanan secukupnya dan menghabiskannya," katanya.

Pemerintah, katanya, terus memperkuat ketahanan pangan nasional dengan melibatkan semua pihak. Data yang akurat dan kebijakan yang tepat akan menjadi dasar untuk mengoptimalkan produksi pangan, mengatasi food waste, dan menjaga stabilitas pangan bagi seluruh masyarakat RI.

Menurut dia, neraca pangan bahan makanan sangat penting untuk memberikan informasi valid mengenai produksi pangan, stok pangan, ekspor, impor, penggunaan untuk industri dan non-industri, hingga pakan, bibit, serta pangan tercecer (food loss) dan food waste.

"Food Loss"

Di hulu, katanya, upaya dilakukan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian dengan berbagai program agar produksi pangan terjaga dan terus meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Salah satu hal strategis adalah perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, penggunaan teknologi terbaru, serta benih yang berkualitas.

"Selain itu juga perlu memperhatikan aspek di off farm, yaitu kegiatan panen dan pascapanen. Salah satu fokus penting adalah memastikan agar tingkat kehilangan pangan atau food loss dapat dikendalikan dengan baik, mulai dari proses panen, transportasi, penyimpanan, hingga distribusi," tambahnya.

Dia juga menyoroti masalah food waste yang menjadi perhatian serius di seluruh Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Berdasarkan penelitian dari UNEP (United Nations Environment Programme) pada tahun 2021, Indonesia menempati urutan keempat terbesar di dunia dalam produksi sampah makanan (food waste) setelah Tiongkok, India, dan Nigeria dengan total food waste mencapai 21 juta ton per tahun.

Baca Juga: