SERANG - Penerimaan pajak tahun ini diperkirakan di bawah target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Penurunan harga komoditas dunia ditengarai menjadi penyebab utamanya tak tercapainya target pajak tahun ini.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan pajak sampai Agustus 2024 mencapai 1.196,54 triliun rupiah atau 60,16 persen dari target di APBN 2024 sebesar 1.988,9 triliun rupiah.
Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak DJP, Muchamad Arifin mengungkapkan penerimaan pajak kumulatif neto sampai Agustus 2024 masih terkontraksi terutama akibat penurunan PPh badan tahunan dan peningkatan restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak). Namun, penerimaan pajak terus mengalami perbaikan sejak Mei 2024.
"Secara bruto, penerimaan pajak masih berada pada zona positif," ujarnya dalam Media Gathering Kementerian Keuangan di Serang, Banten, Kamis (26/9).
Meski demikian, Arifin memperkirakan realisasi penerimaan pajak pada 2024 sebesar 1921,9 triliun rupiah atau sekitar 96,6 persen.
Padahal, dalam tiga tahun sebelumnya, realisasi penerimaan pajak tembus 100 persen. Pada 2023, realisasi penerimaan pajak mencapai 102,7 persen, lebih rendah dari 2022 sebesar 115,6 persen dan 104 persen pada 2021.
Menurut Arifin, pencapaian penerimaan pajak 2024 dipengaruhi oleh moderasi harga komoditas tahun lalu. Pelemahan tersebut menyebabkan PPh nonmigas dan PPh migas pada outlook lebih rendah dari pada target APBN.
"PPh Non Migas terkontraksi akibat pelemahan harga komoditas tahun lalu sehingga menyebabkan profitabilitas 2023 menurun, terutama pada sektor terkait komoditas. Sementara, PPh Migas terkontrasi akibat penurunan lifting minyak bumi," jelasnya.
Untuk tahun depan, penerimaan pajak ditargetkan sebesar 2.189,3 triliun rupiah atau tumbuh 13,9 persen dari outlook 2024 sebesar 1.921,9 triliun. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang didukung dengan berbagai strategi dan bauran kebijakan yang optimal.
"Pertumbuhan akan ditopang oleh penerimaan PPh nonmigas yang ditargetkan tumbuh 14,6 persen dan PPN & PPnBM yang ditargetkan tumbuh 15,37 persen," ujar Arifin.
Hadapi Tantangan
Namun, diakuinya, upaya penerimaan pajak pada 2025 bakal menghadapi sejumlah tantangan, seperti proyeksi ekonomi global yang relatif stagnan dan dampak moderasi harga komoditas.
Tantangan berikutnya adalah pergeseran sektor manufaktur ke sektor jasa. Tren tersebut bakal mendorong peningkatan sektor informal yang belum sepenuhnya tertangkap pada sistem perpajakan.
Tantangan ketiga adalah pergeseran dari ekonomi tradisional ke ekonomi digital sehingga dibutuhkan optimalisasi teknologi digital untuk menangkapnya.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah telah menyusun sejumlah strategi untuk mendukung penerimaan pajak tahun ini. Termasuk, pemerintah akan memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.