NEW YORK - Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dalam laporan yang dirilis, pada Senin (10/7), menyebutkan bahwa target dunia mencapai Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG) terancam meleset, kecuali ada tindakan untuk mempercepat implementasinya.

Dikutip dari situs resmi United Nations, laporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2023: Edisi Khusus itu menyebutkan, jika meleset, dapat memicu ketidakstabilan politik yang lebih besar, menjungkirbalikkan ekonomi, dan menyebabkan kerusakan lingkungan alam yang tak dapat diperbaiki.

"Kita berada pada momen penyingkapan dan pembuktian. Namun, bersama-sama, kita bisa menjadikan ini sebagai momen pengharapan," tulis Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, di pengantar laporan.

Dia mendesak semua negara anggota PBB untuk menjadikan 2023 sebagai momen melompat bersama untuk memulai kemajuan SDG, demi menciptakan masa depan yang lebih damai dan sejahtera bagi semua.

SDG disahkan dengan suara bulat oleh para pemimpin dunia pada September 2015 untuk menjadi cetak biru bagi upaya pembangunan global pada tahun-tahun menjelang 2030. Ketujuh belas tujuan tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri kemiskinan, memerangi ketidaksetaraan, dan mengatasi perubahan iklim. Dengan data dan perkiraan terbaru, laporan itu menilai titik tengah yang komprehensif tentang upaya kemajuan pencapaian SDG.

Laporan juga menjelaskan dampak gabungan dari krisis iklim, konflik di Ukraina, prospek ekonomi global yang suram, dan efek berkepanjangan dari pandemi Covid-19 yang menyingkap kelemahan sistemis dan menghambat kemajuan menuju SDG.

Dari sekitar 140 target yang dievaluasi, setengahnya menunjukkan deviasi sedang atau besar dari trayek yang diinginkan. Sementara itu, lebih dari 30 persen dari target-target tersebut tidak mengalami kemajuan atau bahkan lebih buruk lagi, mengalami kemunduran hingga di bawah garis dasar (baseline) tahun 2015.

Dampak pandemi Covid-19 turut menghentikan kemajuan yang telah dicapai selama tiga dekade dalam upaya pemberantasan kemiskinan ekstrem, dengan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem meningkat untuk pertama kalinya dalam satu generasi.

"Jika tren ini terus berlanjut, pada 2030, sebanyak 575 juta orang akan tetap terjebak dalam kemiskinan ekstrem dan sekitar 84 juta anak dan remaja masih akan putus sekolah," sebut laporan itu.

Kelompok paling miskin dan paling rentan di dunia akan mengalami dampak terburuk dari tantangan global yang belum pernah terjadi sebelum ini. Kemajuan yang dicapai sejak 2015 hanya pada populasi global yang memiliki akses listrik meningkat dari 87 persen pada 2015 menjadi 91 persen pada 2021, dengan tambahan hampir 800 juta orang kini sudah terhubung ke listrik. Sedangkan pengguna internet juga tumbuh 65 persen sejak 2015, menjadi 5,3 miliar jiwa dari populasi dunia pada 2022.

Baca Juga: