JAKARTA - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengingatkan ekonomi global menghadapi tantangan sulit, menyusul probabilitas tinggi terhadap resesi di banyak negara. Walaupun situasi pandemi Covid-19 sudah mulai membaik, namun para pemangku kebijakan jangan lengah menghadapi tantangan ekonomi global selanjutnya.

Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global melambat secara signifikan dari 6,0 persen pada 2021 menjadi hanya 3,2 persen pada 2022 dan 2,7 persen pada 2023. Menkeu mengatakan pemangkasan proyeksi pertumbuhan global dari semua lembaga internasional ini menandai peningkatan risiko tahun ini.

"Beberapa faktor telah memicu faktor kondisi ini seperti perang di Ukraina yang telah mengakibatkan lonjakan inflasi, perlambatan di ekonomi negara besar seperti Tiongkok, dan adanya pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi," kata Menkeu melalui keterangannya saat memberikan pidato pada acara B20 Summit yang merupakan rangkain agenda pertemuan G20 di Bali, Senin (14/11).

Selain itu, Menkeu mengungkapkan tantangan ini menjadi jauh lebih kompleks dan saling berkaitan dalam waktu yang berdekatan, seperti tekanan inflasi tinggi berkepanjangan, kerawanan energi dan pangan, tekanan pasar keuangan, tekanan utang, serta fragmentasi geopolitik.

"Ini bukan lingkungan yang mudah bagi semua pelaku ekonomi termasuk bagi para pembuat kebijakan. Tetapi, saya setuju bahwa kita harus mengatasi akar penyebabnya. Menurunkan inflasi harus menjadi fokus utama untuk menghindari kerusakan jangka panjang dan memulihkan stabilitas," Menkeu.

Menurut Menkeu, situasi yang terjadi akhir-akhir ini sangat rumit sehingga kepercayaan di pasar keuangan dan ekonomi secara keseluruhan dapat mudah terganggu, apabila tak berhati-hati dalam memformulasikan kebijakan.

"Banyak pembuat kebijakan sebenarnya sekarang menghadapi ruang yang sangat sempit untuk bermanuver, apakah ini fiskal dan moneter. Bagi kami, setidaknya dalam kasus Indonesia, kami bekerja sangat erat antara (pembuat) kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara sinkron. Dan cara menyelaraskan kebijakan seperti ini perlu terus dikalibrasi dengan baik, direncanakan secara baik, dikomunikasikan, terkadang harus cepat disesuaikan, tapi harus terus konsisten dan kredibel," terang Menkeu.

Menkeu mengingatkan para pembuat kebijakan perlu menggunakan semua alat yang tersedia secara efektif untuk mencegah kepercayaan ekonomi jatuh lebih jauh. Para pembuat kebijakan harus memastikan pemberian dukungan yang tepat sasaran terutama perlindungan kepada masyarakat miskin dan orang yang rentan.

Impor Meningkat

Pada kesempatan lain, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengingatkan, meskipun laju pertumbuhan ekspor sedikit meningkat dari 20,02 persen pada triwulan II-2022 menjadi 21,64 persen pada triwulan III-2022, namun lajunya tidak secepat peningkatan impor dari 12,37 persen pada triwulan II-22,98 persen menjadi pada triwulan III-2022.

"Kondisi ini menjadi alarm bagi sektor perdagangan luar negeri dan kinerja cadangan devisa bahwa peningkatan ekspor tidak akan terus berlanjut," tegasnya.

Baca Juga: