» Masalah pangan nasional selama ini sulit dipecahkan karena banyak keputusan impor yang merugikan petani.

» Supaya efektif dan kondusif, Badan Pangan harus diback up pejabat di kabinet yang powerfull seperti Menko Maritim dan Investasi.

JAKARTA - Pengelolaan pangan nasional selama ini banyak menghadapi masalah karena pengelolaannya tidak terkoordinasi dengan baik. Kementerian yang bertanggung jawab jalan sendiri-sendiri sesuai dengan data yang mereka yakini benar dan sangat rawan disusupi kepentingan para pemburu rente yang mencari keuntungan dari berbagai aktivitas perdagangan dan impor.

Selain tidak terkoordinasi dengan baik di bawah satu badan, produk impor yang merajalela masuk ke pasar dalam negeri karena aturan yang memproteksi barang dan jasa sangat minim. Akibatnya, para produsen, seperti petani, semakin sengsara karena hasil pertanian mereka tidak kompetitif dibanding produk impor.

Dengan lahirnya Badan Pangan melalui Peraturan Presiden No 66 Tahun 2021, maka publik berharap besar kehadiran lembaga tersebut bisa menata pengelolaan pangan yang selama ini karut-marut.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, M. Dwidjono Hadi Darwanto, yang diminta tanggapannya mengenai Perpres tentang Badan Pangan, Jumat (27/8), mengatakan, selama ini masalah pangan nasional sulit dipecahkan karena banyak keputusan impor pangan yang merugikan produksi pangan di dalam negeri.

Oleh karena itu, Badan Pangan seharusnya menjadi komandan utama setingkat Menteri Koordinator yang menentukan kapan dan berapa jumlah impor komoditas pangan. Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian harus tunduk pada blueprint jangka panjang yang disusun oleh Badan Pangan.

Menurut Dwidjono, Badan Pangan seharusnya mempunyai perencanaan kuat dalam jangka pendek, menengah panjang, dan juga wewenang dan kekuasaan yang kuat sehingga semua menteri terkait pangan bisa tunduk kepadanya.

"Bayangkan, sebuah badan sekuat Menko bahkan lebih kuat lagi dan ditopang atau didukung oleh Bappenas. Rencana kuat, ekskusi kuat, dan menteri terkait pangan musti bisa dikoordinasikan," jelas Dwidjono.

Soal impor pangan, dia berpendapat seharusnya menjadi perhatian utama Badan Pangan karena selama ini impor pangan banyak merugikan petani sebagai produsen pangan dalam negeri. Pangan tidak bisa semata-mata dipandang sebagai aktivitas perdagangan, tapi harus dilihat sebagai aspek penting untuk negara berdaulat.

"Kita rakyatnya banyak. Kalau ada susah pangan karena bencana, perubahan iklim yang melanda dunia, semua akan mementingkan rakyatnya sendiri-sendiri. Tidak bisa impor-imporan di saat paceklik dunia. Maka, ya harus mandiri," papar Dwidjono.

Makin Berkurang

Secara terpisah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menegaskan jika Kemendag dan Kementan berada di bawah koordinasi Badan Pangan maka celah untuk memainkan impor pangan semakin berkurang.

"Kalau belajar dari proses dan kasus importasi dan korupsi kebanyakan masuknya di dua kementerian ini. Pemburu rente impor pangan masuknya melalui kementerian ini dengan memanfaatkan celah peraturan. Jadi, memang sangat penting dua kementerian ini kewenangannnya ada di Badan Pangan Nasional," tegas Said.

Dia menjelaskan, dalam Perpres disebutkan bahwa beberapa kewenangan di Kementan dan Kemendag diambilalih oleh Badan Pangan. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan kebijakan impor dan penetapan Harga Pembelian Pemerintah atau HPP. Dengan berpusat di Badan Pangan, sebenarnya ini keuntungan karena seharusnya tidak ada lagi silang pendapat kedua kementerian terutama dalam kebijakan impor.

Badan Pangan, lanjutnya, seharusnya lebih mudah untuk mengontrol, sebab selama ini kementerian menggunakan data masing-masing. Dengan terbentuknya Badan Pangan maka dua kementerian itu sifatnya hanya sebagai penyedia data.

Tugas Kemendag

Hal lain yang penting adalah kontrol internal dan publik. Dalam Perpres sudah diatur soal pengawasan internal, tapi masih perlu membangun mekanisme pengawasan eksternal melalui keterlibatan publik secara luas.

Dengan demikian, kelemahan terkait akuntabilitas yang selama ini ada dapat diatasi. Selama ini, misalnya, Kementan bersikukuh tidak perlu mengimpor karena kalau itu dilakukan berarti produksi dalam negeri kurang, sehingga mereka dianggap gagal. Sementara itu, Kemendag selalu mengukurnya di pasar dan harga.

Apalagi, Kemendag selama ini dinilai tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Lembaga tersebut semestinya membantu pemerintah melaksanakan perdagangan dengan mendorong ekspor komoditas nasional ke luar negeri, bukan sebaliknya lebih banyak memfasilitasi produsen luar negeri dan importir untuk memasarkan produknya ke Indonesia.

Supaya lebih efektif dan kondusif siapapun yang menjabat Kepala Badan Pangan harus didukung oleh pejabat di kabinet yang powerfull seperti Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang dalam beberapa kesempatan diminta Presiden Joko Widodo sebagai komando, misalnya saat terjadi lonjakan Covid-19, pada Mei lalu.

Baca Juga: