SEOUL - Pemerintah Korea Selatan pada Kamis (20/6) mengatakan akan mempertimbangkan kembali pendiriannya mengenai pasokan senjata ke Ukraina setelah Korea Utara dan Russia menandatangani perjanjian untuk memberikan bantuan militer segera jika salah satu dari mereka diserang.
Dilaporkan Yonhap, Penasihat Keamanan Nasional Korsel Chang Ho-jin juga menyesalkan "perjanjian strategis komprehensif" yang ditandatangani Presiden Russia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang pada hari Rabu (19/6).
"Pemerintah menyatakan keprihatinan mendalam dan mengutuk penandatanganan perjanjian kemitraan strategis komprehensif antara Korea Utara dan Russia, yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama militer dan ekonomi," kata Chang dalam konferensi pers di kantor kepresidenan.
Chang mengatakan kerja sama apa pun yang secara langsung atau tidak langsung membantu peningkatan militer Korea Utara merupakan pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB dan akan tunduk pada pengawasan dan sanksi internasional. Pihaknya berjanji akan mengambil tindakan yang sesuai.
"Kami berencana untuk mempertimbangkan kembali masalah dukungan senjata kepada Ukraina," kata Chang, menyarankan untuk mengubah kebijakan Korea Selatan yang tidak memberikan bantuan mematikan kepada Ukraina.
Seorang pejabat kepresidenan mengatakan Korea Selatan akan mempertahankan ambiguitas strategis mengenai jenis senjata tersebut.
"Langkah-langkah spesifik akan diumumkan kemudian, dan akan menarik untuk melihat bagaimana Russia meresponsnya, dibandingkan mengungkapkan rencana kami terlebih dahulu," kata pejabat itu kepada wartawan.
Korea Selatan juga akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap empat kapal, lima organisasi, dan delapan individu yang terlibat dalam transfer senjata dan minyak antara Russia dan Korea Utara, kata Chang.
Saat ini, terdapat 1.159 item yang tunduk pada kontrol ekspor ke Russia setelah perang Ukraina, dan Korea Selatan akan menambah 243 item baru, sehingga totalnya menjadi 1.402 item yang terkena sanksi.