Kementerian Luar Negeri Tiongkok (MFA) menanggapi kebijakan pemerintah Jepang yang memperketat pengendalian perbatasan terhadap warga negara Tiongkok. Ini sebagai bentuk respons atas kebijakan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida yang mewajibkan turis asal Tiongkok menunjukkan hasil tes negatif PCR.

"Kami selalu percaya bahwa semua negara dalam menerapkan kebijakan tanggap Covid-19 harus didasari sains," kata juru bicara MFA Wang Wenbin di Beijing, dikutip dari Antara, Rabu (28/12).

Wang menjelaskan, semua negara, termasuk Jepang akan bersikap proporsional tanpa memberikan dampak terhadap pertukaran antar-masyarakat. Menurutnya, sejak Covid-19 mulai merebak pada tiga tahun yang lalu, Tiongkok telah mengambil langkah-langkah yang tepat secara ilmiah.

"Kebijakan tersebut terarah dan responsif terhadap situasi yang berkembang dan telah disesuaikan dengan perkembangan sosial ekonomi," ucapnya.

Bahkan kebijakan antipandemi Tiongkok itu telah memberikan kontribusi secara signifikan terhadap dunia global dalam memerangi pandemi dan menciptakan pemulihan ekonomi dunia.

Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mewajibkan para pelaku perjalanan internasional dari Tiongkok untuk menunjukkan hasil tes negatif PCR yang berlaku mulai 30 Desember 2022. Jika hasilnya positif, maka mereka akan diwajibkan melakukan karantina selama tujuh hari.

Dalam kesempatan tersebut, Wang juga mengumumkan bahwa Tiongkok akan membebaskan pelaku perjalanan internasional yang tiba di negaranya dari kewajiban karantina mulai 8 Januari 2023. Kebijakan baru tersebut merupakan tindak panjut dari pelonggaran protokol kesehatan antipandemi Covid-19 yang dikeluarkan pada 7 Desember 2022.

Pelonggaran kebijakan itu dikeluarkan pada saat Tiongkok sedang dilanda gelombang Omicron subvarian BF.7 yang diperkirakan telah menulari sekitar 250 juta warga setempat.

Baca Juga: