Korupsi dalam bentuk suap kecil sekalipun untuk memperoleh izin pelepasan hutan lindung, berdampak luas sekali. Perusakan hutan lindung berakibat longsor dan banjir bandang.

JAKARTA - Pemberian ketentuan-ketentuan tambahan seperti syarat mendapat remisi untuk napi koruptor diizinkan undang-undang. Ini untuk membedakan remisi dengan napi lain. Penegasan ini disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum, UGM, Zaenur Rohman, di Yogyakarta, Selasa (2/11).

"Jadi, bukan diskriminasi. Kalaupun dianggap bentuk diskriminasi, itu diskriminasi yang diizinkan undang-undang," kata Zaenur Rohman saat menjadi narasumber diskusi yang diadakan Indonesia Corruption Watch bertajuk "Menyoal Pembatalan PP 99/2012: Karpet Merah Remisi Koruptor."

Ungkapan Zaenur Rohman itu sebagai tanggapan argumentasi Mahkamah Agung yang menganggap, kalau koruptor tidak diberikan remisi merupakan diskriminasi. Akibat argumentasi itu, lanjutnya, Peraturan Pemerintah Pasal 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur remisi dan pembebasan bersyarat dalam Pasal 34A dan Pasal 43A untuk narapidana kasus korupsi pun dibatalkan.

Zaenur menjelaskan, ada dua syarat untuk pemberian remisi koruptor yang diatur PP Nomor 9 Tahun 2012. Pertama, mereka berstatus justice collaborator, yaitu bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkarakar kejahatan korupsi. Kedua, membayar uang ganti rugi dan denda.

Menurutnya, diskriminasi muncul bila sesuatu yang sama diperlakukan secara berbeda. Sedangkan tindak pidana korupsi telah jelas berbeda dengan tindak pidana lain. Dengan demikian, pemberian ketentuan tambahan sebagai syarat koruptor mendapat remisi, bukanlah suatu bentuk diskriminasi.

"Alasan Mahkamah Agung tidak cukup kuat mengatakan itu merupakan suatu bentuk diskriminasi," tandar Zaenur.Ia berpendapat, juga ada dua hal yang menjadikan tindak pidana korupsi berbeda dengan tindak pidana umum atau lainnyha. Pertama, korupsi merupakan tindak pidana khas yang dilakukan penguasa atau pejabat. Kedua, korupsi memiliki dampak luas.

Dampak Koruptor

Contoh, jika ada korupsi dalam bentuk suap bernilai kecil sekalipun untuk memperoleh perizinan pelepasan hutan lindung, dampaknya bisa besar. Negara bisa kehilangan hutan lindung yang di dalamnya terkandung limpahan sumber daya alam.

Selain itu, kerugian juga bisa menimbulkan banjir dan menggusur masyarakat adat yang cenderung hidup di hutan. "Daya rusak korupsi itu sangat besar, sehingga berbeda dengan tindak pidana lain," tegas Zaenur.

Baru-baru ini Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. PP ini mengatur pengetatan pemberian remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, dan lainnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim MA yang diketuai Supandi dengan hakim anggota Yodi Martono dan Is Sudaryono mengabulkan uji materiil yang dimohonkan mantan Kepala Desa Subowo dan empat warga binaan Lapas Kelas IA Sukamiskin Bandung.

Pemohon menilai ada sejumlah pasal dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 yang bertentangan dengan undang-undang seperti Pasal 34. Dalam putusannya, majelis hakim menimbang fungsi pemidanaan tidak hanya untuk memenjarakan pelaku agar jera, tetapi juga usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial.

Baca Juga: