Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT) bersama lembaga konservasi Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor dan didukung PT. Smelting melakukan sosialisasi dalam rangka persiapan habituasi dan pelepasliaran Komodo (Varanus komodoensis) di Kupang, Rabu (8/3).

Komodo ini merupakan hasil pengembangbiakan Taman Safari Bogor yang akan dilepasliarkan ke habitat aslinya yaitu Cagar Alam Wae Wuul, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Kepala Balai Besar KSDA NTT Arief Mahmud menyampaikan bahwa upaya konservasi komodo dan habitatnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dibutuhkan peran segenap anak bangsa yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian satwa kharismatik ini.

"Kita bersyukur bahwa upaya konservasi komodo telah mendapat dukungan kuat dari Pemerintah Daerah Provinsi NTT, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan masyarakat adat serta mitra kerja seperti Yayasan Komodo Survival Program dan Taman Safari Indonesia," katanya.

Pelepasliaran komodo ke habitatnya di Cagar Alam Wae Wuul ini telah melalui serangkaian proses riset dan uji DNA, monitoring populasi dan habitat serta kesesuaian habitat. Dari hasil uji DNA, dijelaskan bahwa induk komodo yang akan dilepasliarkan memang berasal dari Cagar Alam Wae Wuul ini.

Lebih lanjut, Arief mengungkapkan langkah-langkah upaya pelestarian komodo terus mengalami kemajuan. Diawali riset DNA dan sebaran populasi, monitoring habitat dan populasi, maka selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah memperkuat potensi masyarakat yang telah memiliki hubungan interaksi adat dengan komodo yang dikenal dengan Mbau atau saudara tua.

Salah satu keberhasilan tersebut terlihat dalam kerja sama Kementerian LHK melalui Direktorat KKHSDG dengan Taman Safari Indonesia yang juga didukung oleh PT Smelting. Kerja sama ini telah berhasil mengembangbiakkan komodo di kandang pemeliharaan. Rencananya sebanyak 6 ekor komodo hasil pengembangbiakan inilah yang akan dilepasliarkan ke Cagar Alam Wae Wuul, Kab. Manggarai Barat.

"Kami berharap semua pihak mendukung upaya konservasi komodo melalui pelepasliaran nantinya. Kami juga mengharapkan peran masing-masing sesuai kapasitas dengan rasa kepedulian yang sama, agar komodo tetap lestari di bumi tercinta Flores sebagai rumah satu satunya satwa endemik ini di dunia," ujar Arief.

Sementara itu, Founder Taman Safari Indonesia (TSI), Jansen Manansang, menegaskan komitmen Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor untuk menjaga kelestarian satwa Komodo karena merupakan salah satu satwa yang dilindungi Undang-Undang.

"Kita menegaskan komitmen bersama KLHK untuk terus berupaya menjaga populasi Komodo agar tetap lestari di Indonesia. Berbagai langkah konservasi dan habituasi telah kami lakukan dengan sangat serius," tutur Jansen Manansang, saat memberi sambutan.

Acara sosialisasi pelepasliaran salah satu satwa kebanggaan Indonesia ini mulai dilakukan Rabu, 8 Maret 2023.

"Komodo merupakan salah satu satwa yang masuk dalam perlindungan UU di Indonesia. Taman Safari Bogor sejauh ini dipercaya KLHK untuk melakukan pengembangan populasi dan konservasi kelestariannya. Ini adalah hasil dukungan semua pihak, tidak hanya ikhtiar Taman Safari Bogor saja," ungkap Head of Medical Animal Taman Safari Bogor, dr. Bongot Huaso Mulia M.Sc, Sabtu (4/3/2023).

Bongot mengatakan, rencananya akan ada 6 ekor Komodo dari Taman Safari Bogor yang akan dilepasliarkan oleh KLHK bersama PT. Smelting ke Cagar Alam Wae Wuul.

"Rencananya acara utama dilaksanakan sekitar Juli 2023. Tapi sosialisasi kita geber dari Maret 2023. Kami meminta dukungan semua pihak, khususnya dari masyarakat dan media massa untuk mengampanyekan gerakan cinta satwa Komodo," ungkap Bongot.

Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List.

Sekitar 4.000-5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor).

Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak. Karena kekhawatiran ini, pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komidi untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca dan Padar.

Belakangan, ditetapkan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian Komodo.

"Kami tidak henti-hentinya menggalang dukungan dari semua pihak, khususnya pemerintahan dan masyarakat serta kalangan-kalangan intelektual untuk turut menjaga dan melestarikan satwa Komodo. Dukungan besar PT. Smelting kepada Taman Safari Bogor dalam proses pelestarian dan pengembangbiakan harus menjadi motor penggerak entitas lain agar lebih cinta terhadap Komodo," tandas General Manager Taman Safari Bogor, Emeraldo Parengkuan. (IKN/TSR)

Baca Juga: