Tiongkok dikabarkan akan membangun taman hiburan canggih berbasis teknologi kecerdasan buatan,Artificial Intelligence(AI). Taman hiburan ini diklaim bakal menjadi wadah bagi 400 pebisnis, yang diprediksi bakal menghasilkan nilai produksi tahunan sebesar 50 miliar Yuan (Rp 103,8 triliun).

Negeri Tirai Bambu mungkin menjadi salah satu negara yang paling serius memanfaatkan kemajuan dan perkembangan teknologi. Pada Desember 2017, diketahui Tiongkok telah membangun sebuah taman bermain berbasis Virtual Reality (VR) di kota Guiyang. Berdasarkan laporan The Shanghaiist, taman bermain yang diberi nama East Valley of Science and Fantasy ini memiliki segudang wahana canggih yang memanfaatkan teknologi VR.

Kemudian diawal 2018, Tiongkok semakin mengukuhkan diri menjadi negara futuristik, yang mungkin sedikit jauh dari kesan Tiongkok yang kita kenal sebelumnya, yang kuat akan unsur tradisionil dengan jajaran objek wisata populer yang kaya akan makna historis dan filosofis.

Dilansir Kantor Berita CNBC, Pemerintah Tiongkok dikabarkan akan kembali membangun taman hiburan canggih berbasis AI. Dan demi mewujudkannya mereka rela menggelontorkan dana sebesar 13,8 miliar Yuan atau sekitar 28 triliun rupiah.

"Taman hiburan ini akan mengandalkan teknologi masa depan. Semuanya akan berbasis pada kecerdasan buatan. Taman hiburan juga akan didukung koneksi internet super cepat, komputasi awan, sistem biometrik, serta layanan mobile internet 5G," kata Pemerintah Tiongkok.

Taman ini akan berdiri di atas lahan seluas 54,87 hektar yang berada di wilayah Mentougou, Beijing Barat. Jangka waktu pembangunan taman hiburan canggih ini sekitar lima tahun, dan akan menjadi rumah bagi 400 pebisnis, yang diproyeksikan bakal menghasilkan nilai produksi tahunan yang sangat tinggi, yakni sebesar 103,8 triliun rupiah.

Kendati belum jelas seperti apa konsep taman hiburan canggih berbasis AI ini, yang pasti proyek pembangunan tersebut menjadi salah satu agenda besar Tiongkok untuk menjadi pemimpin dunia dalam penerapan teknologi kecerdasan buatan pada 2025 mendatang.

Zhongguacun Development Group selaku pengembang taman AI ini berharap bisa bermitra dengan sejumlah universitas asing dan mendirikan laboratorium AI tingkat nasional di wilayah tersebut.

Keberadaan fasilitas kecerdasan buatan ini juga bertujuan menarik perusahaan yang mengerjakan data besar, identifikasi biometrik, pembelajaran mendalam, dan komputasi awan.ima/R-1

Ambisi Besar Saingi AS

Pada pertengahan 2017, PM Tiongkok, Li Keqiang, menyebut kecerdasan buatan merupakan sebuah teknologi strategis. Itu sebabnya mereka telah mulai berinvestasi besar-besaran di bidang teknologi kecerdasan buatan, termasuk gabungan beragam inisiatif yang didukung swasta maupun pemerintah.

Dilansir CNN, raksasa teknologi Tiongkok, Baidu, dan Tencent, sudah membangun pusat riset AI di Amerika Serikat (AS). Bahkan Google diketahui pula pada Desember 2017 mengumumkan akan membangun pusat riset kecerdasan buatan di Beijing, guna menangkap bakat kecerdasan buatan Tiongkok yang telah dianggap mampu menyaingi kapabilitas riset AS.

Kata Kepala Peneliti Utama AI Google, Fei-Fei Li, para saintis Tiongkok menyumbangkan 43 persen total konten dalam Top 100 jurnal kecerdasan buatan sepanjang 2015.

Sementara itu menurut prediksi mantan CEO Google, Eric Schmidt, Tiongkok akan menyusul AS dalam urusan pengembangan AI. Negeri Tirai Bambu ini telah menerbitkan strategi kecerdasan buatan dan ingin jadi pemimpin dunia di bidang AI pada 2025.

"Pada 2020, mereka akan berhasil menyusul. Pada 2025, mereka akan lebih baik dari kita (AS). Dan pada 2030, mereka akan mendominasi industri AI," sebutnya. Hal tersebut sejalan dengan laporan South China Morning Post yang memberitakan Dewan Negara Tiongkok pada Juli 2017 telah menetapkan sebuah tujuan untuk memperluas AI menjadi industri senilai 150 miliar dolar AS dalam beberapa tahun ke depan dan mengubah negara menjadi pusat inovasi untuk AI pada 2030.ima/R-1

Semakin Gencar

Sementara itu, perusahaan ecommerce terbesar kedua di Tiongkok, JD.com, telah bergabung dalam persaingan ketat di bidang pengembangan kecerdasan buatan, dengan mendirikan sebuah operasi penelitian dan pengembangan baru.

Untuk memperkuat langkah itu perusahaan tersebut telah menunjuk Pei Jian, seorang peneliti dan ilmuwan komputasi terkemuka di Universitas Simon Fraser Kanada untuk memimpin departemen penelitian dan pengembangan produk.

Pei mungkin menjadi salah satu talenta AI yang paling banyak dicari, dan menjadi langganan rekrutan perusahaan asal Tiongkok, setelah sebelumnya menjabat sebagai pemimpin tim produk AI di bidang komputasi awan Huawei Technologies yang berbasis di Shenzhen.

Dalam tugasnya kali ini Pei akan fokus pada cara mengeksplorasi bagaimana memanfaatkan big data untuk memberdayakan bisnis JD.com. Dia juga akan mengawasi inovasi rantai pasokan cerdas di perusahaan.

Sebelumnya perlu diketahui, Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tiongkok telah merekut perusahaan Baidu, Alibaba dan Tencent ke tim nasional AI. Mereka adalah tim pertama yang ditunjuk untuk mempercepat kemajuan AI. Yang menariknya adalah masing- masing tim nasional tersebut memiliki fokus tugas sendiri, seperti Alibaba misalnya yang akan ditugaskan untuk sebuah proyek yang disebut 'otak kota', seperangkat solusi AI untuk memperbaiki kehidupan kota, termasuk transportasi cerdas, sedangkan Tencent akan fokus pada visi komputer.

Di AS sendiri, para akademisi, seperti Presiden MIT L. Rafael Reif meminta agar ada upaya kolektif yang lebih besar oleh pemerintah, perusahaan dan juga masyarakat.

"Ada rasa urgensi di dalam institusi akademis terkemuka di Amerika Serikat tentang kurangnya kebijakan sentral oleh pemerintah pusat, sedangkan di Tiongkok, jika Anda lihat, jelas lebih memiliki visi yang jelas tentang bagaimana mereka ingin melihat teknologi masa depan ini," kata Daniel Tu, petinggi pada perusahaan asuransi digital Gen.Life.

Namun dirinya enggan memprediksi siapa yang lebih unggul dari kedua negara itu "Terlalu dini untuk mengatakan siapa yang lebih hebat, mungkin Tiongkok unggul pada dukungan pemerintah. Tetapi AS bisa jadi lebih unggul pada pengembangan mobil otonom atau kendaraan darat tanpa awak (autonomous driving)," pungkas Tu.ima/R-1

Baca Juga: