Pulau Bali adalah destinasi tempat wisata terpopuler di Indonesia. Terhitung pada Oktober 2016, total kunjungan wisatawan mancanegara melalui Bandara Ngurah Rai mencapai 40 persen, dengan nilai penerimaan devisa Bali untuk Indonesia dari sektor pariwisata sebesar 70 triliun rupiah.

Sebagai primadona pariwisata Indonesia yang sudah terkenal di seluruh dunia, Bali tak hanya punya keindahan alam. Pulau Dewata ini juga terkenal dengan kesenian dan budayanya yang unik dan menarik. Beragam pilihan destinasi wisata budaya dapat ditemukan di Bali Selatan dan di beberapa daerah lainnya. Sebut saja Pura Tanah Lot di Tabanan, pusat kesenian Ubud, Pura Besakih di Karangasem, Pura Luhur Uluwatu di Badung, dan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Badung.

Saat ini, Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Badung telah menjadi salah satu tujuan tur wisata yang paling populer di pulau Bali. GWK sengaja didesain sebagai landmark atau maskot Pulau Dewata. Taman budaya dengan monumen burung garuda raksasa ini merupakan jendela seni dan budaya Pulau Dewata yang memiliki latar belakang alami serta panorama indah.

GWK adalah sebuah taman budaya yang memiliki luas 240 hektar, yang terletak di Jalan Raya Uluwatu, Desa Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Area GWK yang berada di atas dataran tinggi batu kapur padas dan menghadap ke kawasan pesisir selatan, dengan ketinggian 146 meter di atas permukaan tanah, atau 263 meter di atas permukaan laut. Dengan kondisi geografis itu, para pengunjung dapat memiliki jarak pandang yang luas, hingga bisa menyaksikan matahari terbenam di Pantai Kuta, atau hilir mudik pesawat di Bandara Internasional Ngurah Rai yang berjarak sekitar 15 kilometer dari tempat itu.

Seperti namanya, daya tarik utama destinasi ini adalah pada patung Dewa Wisnu yang sedang menunggangi tunggangannya, Garuda, dengan ukuran raksasa setinggi 120 meter. Patung ini merupakan karya seniman Bali ternama, I Nyoman Nuarta. Garuda merupakan wahana Dewa Wisnu, salah satu dewa utama dalam agama Hindu, yang dianut mayoritas masyarakat Bali. Kisah Garuda dalam kitab Mahabharata dan Purana yang berasal dari India, digambarkan sebagai lseekor burung mitologis, setengah manusia setengah burung. Ia adalah raja burung-burung dan merupakan keturunan KaÅ›yapa dan WinatÄ, salah seorang putri Daká¹£a. Garuda merupakan musuh bebuyutan para ular, sebuah sifat yang diwarisinya dari ibunya, yang pernah bertengkar dengan sesama istri dan atasannya, yaitu Kadru, ibu para ular.

Sinar Garuda sangat terang sehingga para dewa mengiranya Agni (Dewa Api) dan memujanya. Garuda seringkali dilukiskan memiliki kepala, sayap, ekor dan moncong burung elang, dan tubuh, tangan dan kaki seorang manusia. Mukanya putih, sayapnya merah, dan tubuhnya berwarna keemasan.

Wujud GWK adalah patung Dewa Wisnu yang sedang menunggangi tunggangannya, Garuda, setinggi 120 meter. Untuk melihat patung dari dekat,

pengunjung terlebih dahulu harus melalui Garuda Plaza, merupakan sebuah lorong besar dan pilar-pilar batuan kapur raksasa. Lorong ini akan membimbing pengunjung ke ruang terbuka seluas lebih dari 4000 meter persegi luas yaitu Lotus Pond.

Pilar-pilar batu kapur kolosal dan monumental menghadirkan suasana yang sangat eksotis. Dengan kapasitas ruangan yang mampu menampung hingga 7000 orang, Lotus Pond telah mendapatkan reputasi karena menjelma sebagai tempat untuk mengadakan acara besar dan bertaraf internasional.

Penamaan Lotus Pond berawal dari teratai. Teratai adalah simbol utama keindahan, kemakmuran, dan kesuburan. Wisnu juga selalu membawa bunga teratai di tangannya dan hampir semua dewa dari kepercayaan Hindu digambarkan duduk di teratai atau membawa bunga. Beberapa fakta menarik adalah bahwa tanaman teratai tumbuh di air, memiliki akar dalam ilus atau lumpur, dan menyebarkan bunga di udara di atas. Dengan demikian, teratai melambangkan kehidupan manusia dan juga bahwa kosmos. Sedangkan akar teratai yang tenggelam dalam lumpur melambangkan kehidupan material, dan tangkainya melambangkan eksistensi di dunia astral. Sementara letak bunga yang mengambang di atas air dan mekar terbuka ke arah langit dianggap sebagai emblematical spiritual sedang.

Pembangunan tempat wisata ini di prakarsai oleh Yayasan Garuda Wisnu Kencana pada tahun 1992. Pada tahun 2013, manajemen kepemilikan GWK dari di ambil alih oleh salah satu perusahaan pengembang properti di Indonesia. Dengan berjalannya waktu, GWK berkembang menjadi sebuah destinasi budaya yang lengkap, termasuk lokasi pameran budaya, acara seni, dan atraksi hiburan.

Beraneka Ragam Hiburan dan Tari

Pengunjung yang datang dapat menikmati beraneka ragam acara hiburan yang ditawarkan mulai pagi hari, sampai malam hari. Sebut saja Tari Barong dan Keris, Instrumen Rindik, Balet Garuda Wisnu, Rangda, Parade Budaya Bali, Tari Joged Bumbung, Parade Penari Kecak, hingga sajian musik akustik. Untuk itu, beragam fasilitas telaha disediakan antara lain Wisnu Plaza, Street Amphitheatre, Lotus Pond, Amphitheatre, Exhibition Hal, Indraloka Garden, Kura-Kura Plaza, Restoran dan butik serta kios-kios yang menjual beragam cenderamata khas Bali.

Amphitheatre GWK sendiri memiliki kapasitas 800 tempat duduk yang dilengkapi tatanan akustik kelas atas, membuat fasilitas ini menjadi landskap yang sangat unggul untuk pagelaran seni budaya lewat gaya penyuguhan yang spektakuler.

Selain itu, pengunjung juga dapat menikmati keindahan dan kesejukan di Indraloka Garden. Taman ini diberi nama Indraloka, seperti nama surga Dewa Indra karena memiliki panorama yang indah. Indraloka Garden adalah salah satu tempat paling favorit di Garuda Wisnu Kencana untuk mengadakan pesta kecil, atau upacara pernikahan. Dari tempat tersebut kita bisa melihat pemandangan pulau Bali dengan lepas.

Untuk dapat memasuki kawasan objek wisata Garuda Wisnu Kencana, setiap pengunjung akan dikenakan biaya tiket masuk yang sama baik bagi WNI dan WNA. Untuk pengunjung dewasa diharusjan membayar 125 ribu rupiah, anak usia 5 - 12 tahun 100 ribu rupiah.

Untuk mencapai lokasi juga cukup mudah. Pengunjung yang baru tiba di Bandara Internasioanal Ngurah Rai, dapat berkendara dengan menyewa mobil atau naik taksi, membutuhkan waktu 15 - 20 menit

Selain GWK, wisatawan juga bisa mengunjungi beberapa obyek wisata budaya yang indah di wilayah Bali Selatan, dengan pantai berpasir putih, dikelilingi tebing-tebing bukit cadas menjulang. Sebut saja pantai Dreamland, Suluban, Green Bowl, Pantai Pandawa dan Pura Luhur Uluwatu. selocahyo

Pura Uluwatu

Pura Luhur Uluwatu atau Pura Uluwatu merupakan pura yang berada di wilayah Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Badung.

Lokasinya terletak di ujung barat daya pulau Bali, di atas anjungan batu karang yang terjal serta menjorok ke laut, dengan ketinggian 97 meter dari permukaan laut. Di depan pura terdapat hutan kecil yang disebut alas kekeran, berfungsi sebagai penyangga kesucian pura.

Pura Uluwatu menjadi terkenal karena memiliki pemandangan menakjubkan. Tepat di bawahnya, setelah tebing karang terjal adalah Pantai Pecatu yang sering kali digunakan sebagai tempat wisataawan berselancar. Sejumlah kejuaran internasional seringkali digelar karena ombak pantai itu memenuhi kebutuhan tantangan para peselancar.

Dengan lokasi pura di atas tebing, untuk sampai ke pengunjung harus berjalan mendaki tangga batu yang cukup mendaki. Di sepanjang jalan di tepi luar pura terdapat ratusan kera yang berkeliaran. Walaupun terlihat jinak, pengunjung perlu berhati-hati karena kera-kera tersebut seringkali mengambil makanan atau barang-barang yang dikenakan.

Di ujung jalan yang mendaki terdapat dua pintu masuk ke komplek pura, satu terletak di sebelah utara dan satu lagi di sebelah selatan. Pintu masuk tersebut berbentuk gapura bentar dan terbuat dari batu. Di depan gapura terdapat sepasang arca berbentuk manusia berkepala gajah dalam posisi berdiri. Dinding depan gapura dihiasi pahatan yang sangat halus bermotif daun dan bunga.

Berbeda dengan pura lain di Bali yang umumnya menghadap ke arah barat atau ke selatan, bangunan pura Uluwatu menghadap ke arah timur. Setelah melewati gapura, pengunjung akan menemukan lorong berundak dari batu berundak untuk mencapai ke pelataran dalam pura. Suasana lorong ini cukup teduh karena terdapat pepohon di sepanjang kiri dan kanan lorong.

Sesampai di pelataran dalam, kita akan menemukan lantai dengan ubin dari batu-batuan yang tertata rapi. Di sisi barat pelataran terbuka ini terdapat sebuah gapura paduraksa yang merupakan jalan masuk ke pelataran yang lebih dalam lagi. Berbeda dengan gapura luar, gapura ini merupakan gapura beratap yang terbuat dari batu.

Ambang gapura berbentuk lengkungan oleh susunan batu, dengan pahatan kepala raksasa di bagian atasnya. Sedangkan puncak gapura di berbentuk seperti mahkota dan dihiasi dengan berbagai motif pahatan.

Selain itu, Pura Uluwatu juga mempunyai beberapa pura pesanakan, yaitu pura yang erat kaitannya dengan pura induk. Pura pesanakan itu antara lain adalah Pura Bajurit, Pura Pererepan, Pura Kulat, Pura Dalem Selonding dan Pura Dalem Pangleburan. Masing-masing pura ini mempunyai kaitan erat dengan Pura Uluwatu, terutama pada hari-hari piodalan-nya. Piodalan di Pura Uluwatu, Pura Bajurit, Pura Pererepan dan Pura Kulat jatuh pada Selasa Kliwon Wuku Medangsia setiap 210 hari. Manifestasi yang dipuja di Pura Uluwatu adalah Dewa Rudra.

Sejarah Situs

Situs ini merupakan Pura Sad Kayangan yang dipercaya oleh orang Hindu sebagai penyangga dari 9 mata angin. Pura ini pada mulanya digunakan menjadi tempat memuja seorang pendeta suci dari abad ke-11 bernama Empu Kuturan.

Pura ini juga dipakai untuk memuja pendeta suci berikutnya, yaitu Dang Hyang Nirartha, yang datang ke Bali pada 1546 Masehi pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, dan mengakhiri perjalanan sucinya dengan apa yang dinamakan moksa atau ngeluhur di tempat ini. Kata inilah yang menjadi asal nama Pura Luhur Uluwatu.

Upacara 'piodalan' atau peringatan hari jadi pura jatuh pada hari Anggara Kasih, wuku Medangsia dalam penanggalan Saka. Biasanya upacara tersebut berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan diikuti oleh ribuan umat Hindu. selocahyo

Baca Juga: