Hanwha Solutions, produsen peralatan panel surya asal Korea Selatan dengan lokasi manufaktur dan penelitian di Amerika Utara, mengungkapkan pihaknya mengharapkan mendapatkan kredit pajak lebih dari 200 juta dolar AS atau sekitar Rp3 triliun setiap tahunnya mulai tahun depan.

Mengutip Bloomberg, perusahaan energi bersih Korea Selatan disebut-sebut mendapat keuntungan terbesar dari undang-undang iklim Amerika Serikat (AS) karena akan mendapat manfaat dari kredit pajak. Tak hanya Hanwha Solutions, CS Wind, yang mengoperasikan fasilitas terbesar AS untuk membangun menara angin, juga memperkirakan akan memperoleh rejeki nomplok besar dari kredit tersebut. Kedua perusahaan sedang mempertimbangkan investasi lebih lanjut sebagai hasil dari Undang-Undang (UU).

UU Pengurangan Inflasi, yang ditandatangani Presiden AS Joe Biden menjadi undang-undang pekan lalu, mengalokasikan 374 miliar dolar AS atau sekitar Rp5,7 kuadriliun untuk dekarbonisasi dan meningkatkan produksi lokal di bidang-bidang seperti angin, surya, baterai, dan hidrogen hijau. Melalui UU ini, Washington diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada peralatan dari Tiongkok, yang masih mendominasi pasar energi terbarukan.

"Tanpa perusahaan Tiongkok dalam gambar, perusahaan Korea di sektor energi bersih adalah pemenang yang jelas," kata Shin Jin-ho, co-chief executive officer di Midas International Asset Management.

Seorang juru bicara Hanwha Solutions menyebut perusahaan tengah merencanakan investasi multi-tahun bernilai miliaran dolar dalam membangun kembali rantai pasokan tenaga surya AS. Sementara, CS Wind mempertimbangkan investasi lebih lanjut seiring lingkungan bisnis yang semakin menguntungkan berkat disahkannya aturan tersebut. UU itu bahkan telah memicu kenaikan harga saham Hanwha Solutions dan CS Wind sekitar 40 persen dari posisi terendah pada pertengahan Juli.

Namun, dampak positif itu tak begitu saja hadir tanpa tantangan. UU Pengurangan Inflasi AS dilaporkan merugikan produsen mobil Korea dan produsen baterai EV. Hyundai Motor, LG Energy Solutions, dan SK On mengatakan keharusan untuk memindahkan lebih banyak proses produksi ke AS dan mengurangi penggunaan material dari Tiongkok dapat merusak daya saing mereka. Pasalnya, Tiongkok telah mendominasi rantai pasokan baterai EV, dan menyumbang lebih dari 50 persen kapasitas pemrosesan lithium. Hyundai Motor bahkan telah menginvestasikan 5,5 miliar dolar AS untuk membangun perakitan EV dan pabrik baterai di Georgia, serta menghabiskan 300 juta lainnya untuk memperluas pabriknya di Alabama.

Mengutip KBS World, Menteri Perindustrian, Perdagangan dan Sumber Daya Korea Selatan Lee Chang-yang mengatakan pihaknya akan secara aktif mempertimbangkan gugatan terhadap UU Pengurangan Inflasi AS yang mengecualikan pemberian subsidi bagi kendaraan listrik buatan Korea Selatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal itu diutarakan Lee pada hari Senin (22/8). Ia menyebut telah menyampaikan keprihatinan terkait kemungkinan pelanggaran perjanjian perdagangan bebas, peraturan WTO, dan lainnya ke pihak Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Masalah ini disebut Lee akan dibahas Ketua Badan Negosiasi Perdagangan Korea Selatan di sela-sela perjalanan dinas untuk rapat Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) pada pekan depan di AS.

Baca Juga: