Perombakan kabinet Taiwan terjadi setelah pengunduran diri Su Tseng-chang, menyusul hasil buruk di pemilihan lokal

TAIPEI - Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, pada Jumat (27/01) pagi mengumumkan bahwa Chen Chien-jen akan dilantik menjadi Perdana Menteri.

"Hari ini saya mengumumkan bahwa mantan Wakil Presiden Chen Chien-jen akan mengambil alih sebagai Kepala Kabinet dari Su Tseng-chang," ucap Presiden Tsai.

Presiden Tsai lalu mengungkapkan harapannya pada kabinet baru yang dipimpin oleh Chen Chien-jen dan mengatakan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun yang sangat penting untuk pembangunan Taiwan.

Langkah itu dilakukan sebagai bagian dari perombakan kabinet menyusul kekalahan besar bagi Partai Progresif Demokratik (Democratic Progressive Party atau DPP) yang berkuasa pada pemilihan lokal tahun lalu. Mantan Perdana Menteri Su Tseng-chang mengajukan pengunduran dirinya pekan lalu bersama dengan kabinetnya menjelang reorganisasi pemerintah yang diharapkan secara luas.

Chen, 71, adalah seorang Katolik taat yang menjabat sebagai Wakil Presiden Taiwan selama masa jabatan pertama Tsai, dari tahun 2016-2020.

Pemilihan Umum

DPP menderita kekalahan telak pada pemungutan suara lokal pada November 2022.

Su, 75, yang telah menjadi Perdana Menteri sejak 2019, pertama kali mengajukan pengunduran diri setelah hasil pemilu pada November silam keluar, tetapi dibujuk oleh Presiden Tsai untuk bertahan.

Dia adalah salah satu pendiri awal DPP yang didirikan pada tahun 1986 ketika darurat militer masih diberlakukan. Saat ini Taiwan sedang mempersiapkan pemilihan presiden dan parlemen awal 2024.

Sebelumnya pada Kamis (26/1) Presiden Tsai menunjuk seorang kepala intelijen baru. Wakil Menteri Luar Negeri Tsai Ming-yen adalah sosok yang dipilih Presiden Tsai sebagai Kepala Baru Biro Keamanan Nasional.

Penunjukan itu juga dipandang sebagai bagian dari perombakan pemerintah yang sedang berlangsung di tengah meningkatnya ancaman militer dari Tiongkok.

Tiongkok telah meningkatkan tekanan militer dan politik untuk mencoba membuat Taiwan menerima kedaulatannya, termasuk "mementaskan permainan perang" di dekat pulau tersebut pada Agustus lalu.

Pemerintah Taiwan menolak klaim Tiongkok dan mengatakan hanya 23 juta warga di pulau tersebut yang berhak memutuskan masa depan mereka. DW/I-1

Baca Juga: