TAIPEI - Presiden Tsai Ing-wen mengatakan Taiwan tidak menginginkan konfrontasi militer, tetapi akan melakukan apa pun untuk mempertahankan kebebasannya, di tengah meningkatnya ketegangan dengan Tiongkok yang telah memicu kekhawatiran di seluruh dunia.

"Taiwan tidak mencari konfrontasi militer. Saya berharap untuk hidup berdampingan secara damai, stabil, dapat diprediksi dan saling menguntungkan dengan tetangganya," kata Tsai di Forum Yushan tahunan di Taipei, Jumat (8/10).

Taiwan melaporkan hampir 150 pesawat angkatan udara Tiongkok terbang ke zona pertahanan udaranya selama empat hari sejak 1 Oktober, meskipun misi tersebut telah berakhir. Selama lebih dari satu tahun, Taiwan mengeluhkan aktivitas semacam itu, yang dipandangnya sebagai "perang zona abu-abu", yang dirancang untuk melemahkan angkatan bersenjata Taiwan dan menguji kemampuan mereka untuk merespons.

Tiongkok menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak yang menunggu reunifikasi dengan daratan, jika perlu dengan kekerasan. Taiwan mengatakan akan mempertahankan kebebasan dan demokrasinya. "Tetapi, Taiwan juga akan melakukan apa pun untuk mempertahankan kebebasan dan cara hidup demokratisnya," tegasnya.

Forum yang diselenggarakan Taiwan-Asia Exchange Foundation ini membahas berbagai isu, termasuk keamanan regional. Tiongkok mengatakan pihaknya bertindak untuk melindungi keamanan dan kedaulatannya, dan menyalahkan Amerika Serikat (AS), pendukung internasional terpenting dan pemasok senjata Taiwan, atas ketegangan saat ini.

Lingkungan Damai

Tsai mengatakan di forum bahwa kemakmuran di Indo-Pasifik membutuhkan lingkungan yang damai, stabil dan transparan dan ada banyak peluang di kawasan ini.

"Tetapi, ini juga membawa ketegangan baru dan kontradiksi sistemik yang dapat berdampak buruk pada keamanan internasional dan ekonomi global jika tidak ditangani dengan hati-hati," katanya.

Tsai menambahkan, Taiwan akan bekerja sama dengan negara-negara regional lainnya untuk memastikan stabilitas. "Taiwan berkomitmen penuh untuk berkolaborasi dengan pemain regional untuk mencegah konflik bersenjata di Laut Tiongkok Timur (dan) Tiongkok Selatan dan di Selat Taiwan," tuturnya.

Taiwan telah mencari dukungan dari negara-negara demokrasi lain ketika perselisihan dengan Tiongkok memburuk, dan minggu ini menjadi tuan rumah bagi empat senator Prancis dan mantan perdana menteri Australia, Tony Abbott, yang berkunjung dalam kapasitas pribadi.

Berbicara di forum yang sama, Abbott mengutuk Tiongkok atas tindakan agresifnya, yang ditujukan tidak hanya sebagai negaranya, tetapi juga Taiwan.

"Kekuatan relatifnya mungkin telah mencapai puncaknya dengan populasinya yang menua, ekonominya melambat, dan keuangannya berderit. Sangat mungkin bahwa Beijing bisa menyerang dengan sangat cepat," katanya.

Abbott menambahkan bahwa dia tidak percaya AS bisa duduk dan menonton Tiongkok "menelan" Taiwan. "Saya tidak percaya Australia harus acuh terhadap nasib sesama demokrasi yang berpenduduk hampir 25 juta orang," katanya.

Pasukan khusus Amerika Serikat (AS) secara bergilir ke Taiwan memberikan pelatihan khusus pada pasukan Taiwan di tengah ancaman serangan militer Tiongkok. Hal itu sebagaimana diungkap dua sumber yang mengetahui masalah tersebut, seperti dilansir Reuters, Jumat (8/10).

Pentagon belum merinci tentang pelatihan yang diberikan pasukan khusus AS tersebut kepada militer Taiwan, kendati tidak membantahnya.

Baca Juga: