TAIPE - Taiwan memulai proses produksi peluru kendali jarak jauh untuk menghadapi tekanan dan ancaman dari Tiongkok.

Wakil Direktur Institut Sains dan Teknologi Nasional Chung-Shan, Leng Chin-hsu, mengatakan di hadapan parlemen bahwa pihaknya saat ini sudah masuk proses produksi rudal jarak jauh.

Selain itu, Taiwan juga masih mengembangkan tiga jenis rudal jarak jauh lainnya. Leng juga mengakui bahwa pihaknya sudah menjalankan sejumlah uji coba di pesisir tenggara Taiwan selama beberapa waktu belakangan.

Leng melontarkan pernyataan ini saat mendampingi Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, dalam rapat dengan parlemen pada Kamis (25/3).

Dalam rapat itu, Chiu menegaskan bahwa pengembangan kemampuan serangan rudal jarak jauh merupakan prioritas mereka saat ini.

"Kami harap rudal jarak jauh ini akurat dan dapat bergerak," ujar Chiu.

Pengembangan rudal Taiwan ini mulai terendus media ketika muncul imbauan bagi maskapai untuk menghindari sejumlah kawasan yang ternyata merupakan lokasi uji coba.

Selama ini, angkatan bersenjata Taiwan fokus pada pertahanan darat dari serangan Tiongkok. Namun belakangan, Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, menegaskan bahwa mereka juga butuh sistem pertahanan yang bisa bergerak.

Ia ingin sistem pertahanan itu sulit dilacak dan dihancurkan, dan mampu mengenai target yang jauh dari pesisir Taiwan.

Taiwan terus meningkatkan kapasitas militernya di tengah ancaman invasi Tiongkok yang kian besar. Ancaman ini diakui pula oleh Amerika Serikat.

Calon Komandan Armada Militer AS untuk Indo-Pasifik (USPACOM), Laksamana John Aquilino, mengatakan bahwa ancaman Tiongkok untuk menyerang Taiwan lebih serius dan nyata dari yang dipahami kebanyakan orang.

"Partai Komunis Tiongkok telah menghasilkan beberapa kemampuan di wilayah yang dirancang untuk menghalangi kami. Kekhawatiran paling berbahaya adalah kekuatan militer melawan Taiwan," ucap Aquilino.

Selama ini, Tiongkok menganggap Taiwan sebagai wilayah pembangkang lantaran berkeras ingin memerdekakan diri sebagai negara berdaulat.

Hubungan Tiongkok dan Taiwan juga terus memburuk setelah Taipei dipimpin oleh Presiden Tsai Ing-wen. Ia merupakan Presiden Taiwan yang pro-demokrasi.

Sejak memimpin pada 2016, Tsai terus berupaya mencari pengakuan internasional bagi Taiwan, termasuk dengan mendekatkan diri ke AS.

n SB/AFP/P-4

Baca Juga: