Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan bahwa pemerintah akan fokus pada penelitian dan pengembangan energi hijau, jaringan pintar dan peralatan penyimpanan energi. Ini sebagai bentuk upayanya untuk mengurangi emisi karbon.

"Pengurangan karbon jangka panjang bergantung pada teknologi baru untuk menghasilkan lebih banyak terobosan," kata Tsai di forum keberlanjutan untuk menandai Hari Bumi, dikutip dari Reuters, Senin (25/4).

"Industri Taiwan berorientasi ekspor. Kita perlu menembus rantai pasokan hijau global," tambahnya.

Taiwan mengatakan tahun lalu bahwa mereka bermaksud untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. Demi hal tersebut, pemerintah telah berjanji untuk membelanjakan NT$900 miliar (US$30,7 miliar) pada tahun 2030 untuk mencapai tujuan tersebut.

Minggu ini, kabinet menyetujui rancangan amandemen undang-undang iklim yang mencakup tujuan nol-nol 2050 dan pengenalan skema penetapan harga karbon.

Tsai mengatakan bahwa pada tahun 2050, energi terbarukan harus mencapai lebih dari 60 persen dari pasokan listrik Taiwan. Sementara hidrogen harus mencapai sekitar 10 persen dan pembangkit listrik termal dengan penangkapan karbon sekitar 20 persem.

Berdasarkan data pemerintah, sebagai perbandingan, pada tahun 2020, batu bara menyediakan 45 persen listrik Taiwan. Sementara gas alam cair menyediakan sekitar 36 persen.

Foxconn (2317.TW), produsen kontrak terbesar di dunia dan pemasok utama Apple, mengatakan pada hari Jumat bahwa pihaknya juga bertujuan untuk memiliki emisi nol bersih pada tahun 2050 dan berencana untuk menggunakan "setidaknya 50% daya hijau" pada tahun 2030.

Sebagai informasi, dalam jurnal Directory Journal of Economic, energi hijau merupakan energi bersih yang tidak mencemari atau menambah polutan di atmosfer. Ini dikarenakan, sumber energi diperoleh dari sumber yang ramah lingkungan dan relatif tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan.

Adapun sumber energi hijau menggunakan sumber energi alternatif atau terbarukan, seperti sinar matahari, angin, air, panas bumi, dan bioenergi. Konsep energi terbarukan mulai dikenal pada tahun 1970-an, sebagai upaya untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar nuklir dan fosil.

Energi hijau memiliki banyak manfaat bagi lingkungan dan manusia. Pertama, jumlahnya di alam berlimpah dan tidak akan habis, kedua, bisa dimanfaatkan secara gratis karena tersedia di alam.

Ketiga, perawatannya relatif mudah jika dibandingkan dengan energi yang tidak terbarukan. Keempat, negara menjadi mandiri energi yang tidak bergantung pada negara lain. Kelima, mendorong perekonomian dan berpeluang membuka lapangan kerja baru.

Selain itu, energi hijau juga bebas dari perubahan harga seperti energi fosil. Terakhir, relatif lebih mudah diterapkan di berbagai daerah khususnya daerah terpencil lantaran setiap tempat memiliki sumber energi hijaunya masing-masing.

Baca Juga: