Peningkatan produksi pertanian dan terjaganya stok pangan membuat RI tak perlu mengimpor beras tahun ini.

JAKARTA - Impor beras tahun ini dinilai tak perlu, terlebih lagi, laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi padi 2020 diprediksi meningkat 1,02 persen dibanding tahun sebelumnya. Produksi padi pada 2020 ditaksir sebesar 55,16 juta ton GKG (Gabah Kering Giling), naik 556,51 ribu ton dibandingkan produksi pada 2019 sebesar 54,60 juta ton GKG.

Pemerhati Kebijakan Pertanian, Pantjar Simatupang, menyebut yang menjadi pertimbangan kunci pengambilan keputusan impor beras yakni prospek produksi padi. Realitasnya, BMKG dan sejumlah lembaga meteorologi global memperingatkan fenomena La Nina intensitas lemah hingga sedang muncul sejak September 2020 dan diperkirakan berlangsung hingga April 2021.

"La Nina intensitas lemah hingga sedang dan cukup lama sekitar enam bulan atau lebih berdampak positif terhadap produksi padi Indonesia karena meningkatkan ketersediaan air untuk usaha tani. Artinya, kondisi sosial politik diperkirakan stabil sehingga tidak akan menimbulkan gangguan terhadap pasar beras," jelasnya, di Jakarta, Selasa (27/10).

Tak hanya alasan peningkatan produksi, mantan Staf Ahli Menteri Pertanian itu mengungkapkan ada beberapa pertimbangan kunci yang menjadi penentu kebijakan impor beras. Salah satunya cadangan pangan di gudang Bulog masih aman.

Stok beras Bulog saat ini sekitar 1,0 sampai 1,5 juta ton sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan pada akhir tahun. Realitasnya, Bulog mengatakan stok beras pada awal Januari 2020 adalah 2,2 juta ton, sedangkan hingga pertengahan Oktober 2020 volume serapan gabah petani mencapai 988 ribu ton setara beras dan penyaluran 1,56 juta ton, sehingga stok adalah 1,628 juta ton. Stok Bulog pada akhir Desember 2020 diperkirakan aman di sekitar 1,5 juta ton.

Pertimbangan lainnya, lanjut Pantjar, mengancu norma Badan Pangan Dunia (FAO) bahwa stok beras nasional cukup dengan SUR (Stock Utilization Ratio) di atas 18 persen. Namun, Kementan menyebut stok pada awal Januari 2020 mencapai 5,90 juta ton, produksi sebesar 31,63 juta ton, dan konsumsi sebesar 29,37 juta ton sehinggga SUR juga aman di 27,78 persen.

Kemudian, beras eceran telah menunjukkan gejala akselerasi peningkatan musim paceklik sejak bulan September. Realitasnya, BPS mencatat harga beras eceran menurun 0,12 persen pada Agustus dan berlanjut menurun 0,06 persen pada September 2020.

Produksi Terjaga

Di sisi lain, produksi padi tidak turun sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan beras pada tahun berjalan. Kriteria ini didasarkan pada laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun dan kecenderungan penurun konsumsi beras per kapita sekitar 1,5 persen per tahun sehingga total konsumsi beras diperkirakan tetap. Realitasnya, angka sementara BPS menunjukkan bahwa produksi padi 2020 meningkat 1,02 persen.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan, pada musim tanam I (Oktober 2020-Maret 2021), penanaman akan dilakukan pada lahan sawah seluas 8,2 juta hektare (ha). Itu ditargetkan memproduksi 20 juta ton beras.

ers/E-10

Baca Juga: