Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan angka kerdil harus maksimal 14 persen. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah daerah diminta bergerak cepat menjalankan program intervensi gizi terhadap anak-anak. Hal ini termasuk menyiapkan program pencegahan (preventif) agar angka stunting bisa terus ditekan. Bagaimana dengan Jakarta?

Pemprov Jakarta pada tahun ini berhasil menurunkan angka stunting menjadi 9.000 dari semula berjumlah 22.000 atau turun hampir 60 persen. Artinya program nasional di Ibu Kota sudah hampir tuntas pada 2024. Hal ini juga terlihat dari angka rawan gizi, dari semula berjumlah 23 ribu kasus, kini tinggal 13 ribu saja atau turun 44 persen.

Program untuk memberikan makanan tambahan berupa karbohidrat, protein, dan serat kepada balita di seluruh posyandu menjadi wajib. Kader posyandu menjadi terdepan untuk memantau perkembangan balita di lingkungannya, termasuk memberikan makanan tambahan yang disalurkan lewat puskesmas dan kelurahan.

Pemantauan juga dilakukan terhadap ibu hamil karena tumbuh kembang anak terjadi mulai dari dalam kandungan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan bahwa penanganan stunting harus dilakukan. Bahkan dimulai sejak ibu sebelum hamil, waktu hamil, dan setelah melahirkan. Cara ini untuk memastikan anak-anak sehat dan tidak kekurangan gizi.

Edukasi terhadap keluarga muda sangat penting, terutama untuk mengatasi jika terjadi berat badan balita tidak naik. Kemudian ada makanan tambahan yang bisa menaikkan berat badan balita. Pemberian makanan kaya kandungan protein hewani, seperti telur, ikan, dan ayam, juga harus menjadi perhatian.

Peran Pengusaha

Soal stunting, selain menjadi program pemerintah juga perlu peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya agar bisa segera dituntaskan. Lingkungan menjadi pemantau awal, untuk melihat adakah anggota keluarga yang sedang hamil atau memiliki anak balita. Mereka ini menjadi jembatan dengan pemerintah untuk menuntaskan kasus stunting.

Terkait program ini pelaku usaha juga ikut terlibat. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), bahkan sudah punya program hasil kolaborasi dengan pemerintah untuk menuntaskan stunting. Program ini digulirkan secara berkesinambungan yang diharapkan bisa mempercepat penyelesaian kasus stunting. Ketua Kelompok Kerja Stunting Apindo dan Ketua Bidang Pembangunan Berkelanjutan/SDGs, Axton Salim, mengatakan untuk mencapai SDM unggul tidak terlepas dari pemenuhan gizi. Berikut programnya: intervensi dan edukasi 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan remaja, gizi seimbang, serta sanitasi dan higienis.

Data Kemenkes 2021 terdapat lima provinsi yang memiliki jumlah kasus stunting terbanyak dan penyumbang 51 persen kasus stunting di Indonesia. Kalau lima provinsi itu bisa menurunkan stunting, maka kasus stunting secara nasional juga ikut turun.

Terkait hal itu, ada 11 intervensi spesifik yang dirancang pemerintah untuk menurunkan stunting, yaitu skrining anemia, konsumsi tablet tambah darah remaja putri, pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care/ANC), konsumsi tablet tambah darah ibu hamil, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronik.

Selanjutnya, pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian makanan pengganti ASI kaya protein hewani bagi bayi dua tahun (baduta), serta tata laksana balita dengan masalah gizi.Program lain, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, edukasi remaja ibu hamil dan keluarga, termasuk perbaikan sanitasi.

Preventif-Intervensi

Dari program pemerintah memperlihatkan pentingnya upaya preventif dan intervensi untuk mengatasi isu gizi, termasuk stunting. Bagi kalangan usaha, kontribusi preventif bisa dilakukan dengan memberikan edukasi kepada remaja, ibu hamil dan menyusui, agar memiliki pengetahuan gizi serta kesehatan yang baik.

Tidak hanya itu, upaya intervensi juga dilakukan dengan memberikan makanan bergizi sesuai dengan pedoman dari Kementerian Kesehatan. Apindo memiliki program Gerakan Anak Sehat (GAS) dan Kolaborasi Inklusif Pengusaha Indonesia Atasi Stunting (KIPAS).

Program ini merupakan integrasi antara prevensi dan intervensi pangan. Targetnya kepada sekitar 3.600 peserta yang terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi dari usia 6-24 bulan.

Baca Juga: