JAKARTA - Tahap penghitungan hingga penetapan suara hasil pemilu dan pilkada berpotensi menimbulkan konflik karena menelan waktu terlalu lama. Sinyalemen ini dikemukakan pengamat politik dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kota Tanjungpinang, Bismar Arianto yang dipantau di Jakarta, Selasa (22/3).

Menurutnya, konflik potensial terjadi lantaran birokrasi tahapan penghitungan, rekapitulasi, hingga penetapan suara perlu waktu sebulan. Ini terlalu panjang. Kondisi tersebut dapat menimbulkan maneuver dan konflik politik. "Juga membuat ketidakpercayaan publik dan efek negatif lainnya yang menguras energi," kata mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji itu, di Tanjungpinang.

Ia mengemukakan polarisasi di tengah masyarakat yang berpotensi konflik hanya dapat diminimalisasi dengan memangkas birokrasi tahapan penghitungan hingga penetapan suara peserta pemilu dan pilkada. Jika biasanya memakan waktu sebulan, maka pada pemilu dan pilkada serentak 2024, cukup sepekan.

"Harus ada cara dan strategi untuk memangkas tahapan yang menguras waktu serta energi itu," tuturnya. Bismar Arianto memastikan tahapan penghitungan, rekapitulasi, hingga penetapan suara yang memakan waktu lama itu akan terjadi lagi pada pemilu dan pilkada serentak 2024. Ini bila penyelenggara pemilu tidak inovatif.

Penghitungan, rekapitulasi, dan penetapan suara secara konvensional juga dapat menimbulkan sengketa pemilu atau pilkada. Ujungnya pada laporan ke Mahkamah Konstitusi. "Itu konsekuensi penyelenggaraan pemilu atau pilkada secara konvensional. Maka, sejak awal, kami merekomendasikan agar diterapkan digitalisasi pemilu sebagai tahapan sah, bukan sekadar alat bantu," ujarnya.

Bismar berpendapat penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak 2024 hampir sama seperti pesta demokrasi sebelumnya. Penyelenggara pemilu harus mampu menyajikan hasil berkualitas dibanding pemilu sebelumnya, meski menggunakan cara konvensional.

Harus dipikirkan pemilu berkualitas. Ini hanya terjadi bila diawali dengan sistem yang baik. Penyelenggara pemilu hingga di tingkat ad hoc berintegritas. Mereka mesti mampu bekerja secara profesional. Kesehatan dan keselamatan penyelenggara pemilu juga harus diprioritaskan. "Jangan sampai sakit berat akibat kelelahan, apalagi fatal sampai kematian," ucapnya.

Sebelumnya, anggota KPU Kepri, Arison, memastikan penyelenggaraan pemilu masih dilakukan secara konvensional. Penggunaan e-rekap hanya sebagai alat bantu. Rekapitulasi sah berdasarkan hasil penghitungan manual. "Tahun 2024 masih konvensional," ujar Arison.

Baca Juga: