Fisikawan kelahiran Jepang, Syukuro Manabe, 90 tahun, mengaku bahagia dan terkejut saat mendapatkan telepon dari Swedia pada Selasa (5/10) pagi yang memberi tahu bahwa dirinya menang anugerah Nobel Fisika 2021.
Ahli meteorologi dari Universitas Princeton yang meletakkan fondasi bagi ilmu pengetahuan perubahan iklim ini, berbagi anugerah tersebut pada tahun ini bersama fisikawan teoretis asal Italia, Giorgio Parisi, 73 tahun, dan pakar kelautan dari Jerman, Klaus Hasselmann, 89 tahun.
Manabe dipandang sebagai pelopor di bidang yang ditekuninya tersebut. Pada era '60-an, ia menunjukkan bahwa karbon dioksida di atmosfer berkontribusi dalam peningkatan suhu di permukaan Bumi. Hasil penelitiannya itu kemudian dikembangkan oleh para ilmuwan lain, termasuk Hasselmann.
Temuan mereka itu membuat prediksi pemanasan global makin dapat diandalkan. Yang membuat model iklim Manabe amat luar biasa dan tetap menjadi cetak biru (blueprint) untuk penelitian dilapangan yaitu model itu dibuat pada saat kemampuan komputer masih belum terlalu canggih seperti halnya komputer pada saat ini.
Ini adalah pertama kalinya Nobel Fisika mengakui penelitian di bidang tersebut. Manabe mengatakan tidak membayangkan bahwa penelitian yang dilakukannya tersebut menjadi hal penting di kemudian hari.
"Saya tidak pernah membayangkan bahwa hal yang saya mulai pelajari ini memiliki konsekuensi yang begitu besar," kata Manabe dalam konferensi pers di Universitas Princeton.
"Saya melakukannya hanya karena rasa ingin tahu saya. Saya sangat menikmati mempelajari perubahan iklim. Keingintahuan adalah yang memicu seluruh aktivitas penelitian saya. Sangat menyenangkan untuk menggunakan sebuah model guna mempelajari evolusi perubahan iklim dalam 400 juta tahun terakhir," imbuh dia.
Lahir di Provinsi Ehime, Jepang barat, pada 1931, Manabe meraih gelar doktornya di Universitas Tokyo pada 1958. Ia kemudian pindah ke Amerika Serikat sebagai peneliti meteorologi.
Ia bekerja di Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional (National Oceanic and Atmospheric Administration/NOAA) dan membantu mendirikan laboratorium penelitian iklim bersama Universitas Princeton. Ia lalu bergabung dengan universitas tersebut pada 1968 dan menjadi warga AS pada 1975.
Menurut Matsuno Taro dari Badan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bumi-Kelautan Jepang, telah mengenal Manabe sejak keduanya lulus kuliah lebih dari 60 tahun lalu. Ia mengatakan Manabe mendobrak lahan baru guna mengeksplorasi isu iklim melalui fisika.
Matsuno mendeskripsikan Manabe sebagai ilmuwan luar biasa yang selalu rendah hati dan jujur. Sikap rendah hati itu terpancar saat Manabe memberikan konferensi pers yang dilaporkan Universitas Princeton.
"Saya tidak pernah bermimpi akan memenangkan Nobel Fisika. Jika Anda lihat daftar pemenang sebelumnya, mereka adalah orang-orang luar biasa yang telah melakukan pekerjaan mengagumkan. Sebaliknya, yang saya lakukan tampak sepele bagi saya. Namun, saya tidak akan mengeluh," ucap Manabe.
Pengakuan atas Ilmu Iklim
Selain menghormati upaya orang-orang yang terlibat, anugerah Nobel yang diterima Manabe ini merupakan sebuah pengakuan atas ilmu iklim yang luas.
"Kabar bagusnya adalah, orang-orang yang skeptis atau menyangkal fakta ilmiah tidak begitu terlihat lagi dan pesan dari ilmu iklim ini telah didengar," ungkap Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) saat menanggapi keberhasilan Manabe meraih anugerah Nobel Fisika.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, dalam cuitannya di media sosial mengatakan bahwa komitmen dan pemahaman dari para pemenang Nobel terkait cara dunia bekerja di sekeliling kita, telah menciptakan dasar untuk bertindak atas tantangan paling mendesak yang dihadapi umat manusia, termasuk krisis iklim.
Sedangkan Goran Hansson, Sekretaris Jenderal Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia mengatakan bahwa pesan dari anugerah Nobel Fisika tahun ini adalah pemanasan global bertumpu pada ilmu pengetahuan yang solid serta berdasarkan analisis pengamatan yang ketat.
Anugerah Nobel ini diberikan beberapa pekan sebelum para pakar dan pemangku kebijakan dari seluruh dunia berkumpul dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP26 di Glasgow, Skotlandia.
Saat ditanya apakah ia memiliki pesan bagi konferensi tersebut, Manabe mengatakan bahwa mengembangkan kebijakan iklim seribu kali lebih sulit ketimbang memprediksi iklim. AFP/NHK/I-1