JAKARTA - Individu, perusahaan BUMN, dan swasta diharap membantu pendanaan bagi perluasan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Harapan ini datang dari Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, di Jakarta, Rabu (24/11).

"Peran individu, perusahaan swasta, dan BUMN akan mengurangi beban pemerintah dalam meningkatkan cakupan peserta JKN ke depan," kata Budi saat Rapat Dengar Pendapat soal Data Terpadu Kesejahteraan Sosial di DPR.

Budi mengatakan, dari total 268 juta jiwa warga, 214 di antaranya telah menjadi peserta sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Masih ada sekitar 54 juta jiwa belum memperoleh perlindungan JKN. Menurut Budi, terdapat 120 juta jiwa penduduk saat ini disubsidi negara untuk pelayanan kesehatan.

Sumber pendanaan subsidi hingga Oktober 2021 berasal dari anggaran pemerintah pusat untuk 83,5 juta jiwa dan 37 juta jiwa disubsidi pemerintah daerah. Sisanya, 94 juta jiwa peserta. Mereka terdiri atas pekerja penerima upah 58,9 juta jiwa, pekerja bukan penerima upah 31 juta jiwa, dan bukan pekerja 4,37 juta jiwa.

"Jadi, data ini menggambarkan masih ada ruang meningkatkan cakupan JKN sekitar 54 juta jiwa lagi," katanya. Selain itu, kata Budi, sebagian besar pembiayaan JKN dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Dia menyebut, 120 juta dari 214 juta jiwa dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah.

Budi meneruskan, peran individu, BUMN, dan swasta dalam membiayai pelayanan kesehatan diharapkan dapat lebih meningkat, sehingga dapat membantu keuangan pemerintah untuk cakupan JKN.

Dalam kesempatan sama, anggota Komisi IX DPR, Anas Thahir mengatakan sebanyak 54 juta penduduk belum masuk kepesertaan BPJS Kesehatan. Ini jumlah yang sangat besar. "Apalagi seandainya diisi sebagian besar orang miskin. Tentu mereka kelompok masyarakat yang sangat memerlukan jaminan kesehatan dari negara," katanya.

Menurut Anas, situasi itu bisa saja dikarenakan ada jaminan asuransi kesehatan lembaga lain. "Kalau itu yang terjadi, berarti tidak terlalu meresahkan karena mereka orang-orang kaya," katanya.

Kemungkinan lain, dari situasi itu, kata Anas, juga bisa disebabkan mekanisme pendataan kepesertaan BPJS Kesehatan yang belum optimal. "Ini perlu strategi agar jumlah masyarakat yang belum ter-covered BPJS Kesehatan, semakin kecil," katanya.

Baca Juga: