YANGON - Pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, tidak mau berkomentar atas seruan perang melawan junta oleh pemerintah bayangan (National Unity Government/NUG) yang didominasi oleh anggota parlemen dari partainya. Hal itu disampaikan oleh pengacaranya pada Senin (20/9).

"Suu Kyi enggan berkomentar ketika ditanya oleh kami tentang deklarasi perang NUG, dan akan berkomentar hanya setelah berdiskusi dengan orang lain dalam kepemimpinan NLD (National League for Democracy)," ucap pengacara Khin Maung Zaw. "Ia juga mengatakan dirinya tidak pernah berbalik melawan keinginan orang-orang," imbuh pengacara itu.

Sebelumnya anggota parlemen NLD yang merupakan mayoritas dari NUG menyerukan perlawanan terhadap rezim militer dan menyatakan perang defensif rakyat pada awal bulan dengan mendesak warga untuk menyerang aset-aset milik junta.

Setelah deklarasi tersebut, bentrokan antara pasukan pertahanan rakyat lokal dan militer telah meningkat, dan lebih dari selusin menara komunikasi milik junta telah diserang.

Prinsip Non-Kekerasan

Sebenarnya non-kekerasan adalah prinsip inti Suu Kyi dan merupakan ciri khas gerakan demokrasi yang ia pimpin saat melawan junta sebelumnya beberapa dekade lalu.

Tetapi banyak pemrotes muda telah merangkul gerakan perlawanan dan memandangnya sebagai satu-satunya cara untuk membasmi dominasi militer dalam politik dan ekonomi di negara itu secara permanen.

Suu Kyi, 76 tahun, yang adalah peraih Nobel Perdamaian pada 1991, telah menjalani tahanan rumah sejak kudeta dan ia terputus dari dunia luar selain menghadiri pengadilan dan pertemuan dengan pengacaranya.

Ia muncul di pengadilan khusus di Ibu Kota Naypyidaw pada Senin (13/9) lalu untuk menghadiri persidangan atas dugaan mengimpor walkie-talkie secara ilegal dan melanggar pembatasan virus korona selama pemilihan tahun lalu yang dimenangkan oleh partainya dengan telak.

Selain itu Suu Kyi pun dihadapkan sejumlah tuduhan lain dan jika terbukti bersalah, maka ia bisa dipenjara selama beberapa dekade.AFP/I-1

Baca Juga: