Kenya menjadi salah satu negara di dunia yang terancam bangkrut. Ini seiring tingkat utang negara itu yang melonjak signifikan sembilan tahun terakhir menjadi 9 triliun shiling atau 67 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Peningkatan utang tersebut terjadi saat di bawah kepemimpinan pemerintah Presiden Uhuru Kenyatta. Adapun jumlah itu naik signifikan dari 2 triliun shiling atau 40 persen PDB di 2013, saat ia pertama menjadi presiden.
"Peningkatan utang sangat cepat," kata Robert Shaw, analis kebijakan ekonomi independen yang berbasis di Nairobi, dikutip dari Reuters, Sabtu (30/7).
Sebagian besar utang Kenya digunakan untuk membiayai infrastruktur demi memacu pembangunan. Ini termasuk sekitar USD 8 miliar dari Tiongkok.
Kenyatta pada November mengatakan ke parlemen, pemerintah di bawah kendalinya telah memodernisasi jaringan kereta api berusia seabad yang hancur. Selain itu, pemerintah juga membangun lebih banyak jalan beraspal mencapai 10 ribu kilometer.
Dia juga mengatakan bahwa jumlah rumah tangga yang terhubung ke jaringan listrik telah meningkat tiga kali lipat menjadi lebih dari 8 juta.
Di sisi lain, peringatan utang sudah ada sejak tahun 2018 lalu. Dana Moneter Internasional (IMF) mengklasifikasikan Kenya sebagai negara yang berisiko tinggi mengalami kesulitan utang.
"Risiko itu tetap ada," kata kepala misi IMF di Kenya, Mary Goodman, kepada wartawan pekan lalu.
Imbal hasil Eurobond dolar Kenya yang jatuh tempo pada 2024 mencapai rekor tertinggi 22 persen pada 15 Juli, karena kenaikan suku bunga AS dan perang Ukraina membuat aset berisiko kurang menarik bagi investor.
Tetapi Julius Muia, sekretaris utama di kementerian keuangan, mengatakan utang berkelanjutan di bawah 70 persen dari PDB, menambahkan: "Kekhawatiran tentang utang sangat salah tempat."
Tabitha Karanja, kandidat oposisi Aliansi Demokratik Bersatu untuk senat, mengatakan fokus pemerintah pada infrastruktur telah meninggalkan banyak orang yang rentan.
"Anda tidak bisa membangun jalan untuk orang yang kelaparan," katanya.