WASHINGTON - Menurut jajak pendapat Reuters/Ipsos yang ditutup pada hari Selasa (16/7), rakyat Amerika Serikat (AS) khawatir negara mereka semakin tak terkendali menyusul percobaan pembunuhan terhadap Donald Trump, dengan kekhawatiran yang berkembang pemilu 5 November dapat memicu lebih banyak kekerasan politik.

Dikutip dari The Straits Times, jajak pendapat dua hari itu mendapati calon presiden dari Partai Republik, Trump, memperoleh keunggulan tipis di antara para pemilih terdaftar, 43 persen berbanding 41 persen, atas Presiden Joe Biden, calon dari Partai Demokrat, suatu keunggulan yang berada dalam margin kesalahan jajak pendapat sebesar 3 poin persentase, yang menunjukkan upaya pembunuhan terhadap Trump tidak memicu perubahan besar dalam sentimen pemilih.

"Ngara ini semakin tidak terkendali," menurut 80 persen pemilih, termasuk jumlah yang sama dari kalangan Demokrat dan Republik,

Jajak pendapat yang dilakukan secara daring tersebut mensurvei 1.202 orang dewasa AS di seluruh negeri, termasuk 992 pemilih terdaftar.

Trump nyaris tewas pada 13 Juli ketika peluru calon pembunuh menyerempet telinganya saat ia berpidato di sebuah rapat umum kampanye di Pennsylvania. Darah menetes di wajahnya dan ia dengan berani mengepalkan tinjunya ke udara, sambil mengucapkan kata-kata "Lawan! Lawan! Lawan!" saat ia dilarikan keluar panggung.

Seorang peserta demonstrasi tewas dan dua lainnya terluka parah.

Penembakan itu membawa kembali kenangan masa politik penuh gejolak seperti tahun 1960-an, ketika presiden Demokrat John F. Kennedy dibunuh pada tahun 1963, diikuti oleh pembunuhan kandidat presiden Demokrat Robert F. Kennedy pada tahun 1968.

Sekitar 84 persen pemilih dalam jajak pendapat tersebut mengatakan, mereka khawatir bahwa para ekstremis akan melakukan tindakan kekerasan setelah pemilu, meningkat dari hasil jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dilakukan pada bulan Mei yang menunjukkan 74 persen pemilih memiliki ketakutan tersebut.

Kekhawatiran akan kekerasan politik semakin meningkat di Amerika setelah ribuan pendukung Trump menyerang Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021, dalam upaya untuk membatalkan kekalahan Trump dalam pemilihan umum atas Biden. Empat orang tewas pada hari penyerangan, dan seorang polisi Capitol yang melawan para perusuh tewas keesokan harinya.

Sementara warga Amerika mengatakan mereka takut akan kekerasan, hanya sedikit yang menyetujuinya. Hanya 5 persen responden yang mengatakan dapat diterima jika seseorang di partai politik mereka melakukan kekerasan untuk mencapai tujuan politik, turun dari 12 persen dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos pada Juni 2023.

Upaya pembunuhan terhadap Trump telah mendominasi berita utama media dan memicu diskusi di antara beberapa pendukung Kristen konservatifnya bahwa ia dilindungi oleh Tuhan.

Dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos, 65 persen dari pemilih Republik yang terdaftar mengatakan Trump "diuntungkan oleh takdir Tuhan atau kehendak Tuhan." Sebelas persen dari pemilih Demokrat setuju.

AS menonjol di antara negara-negara kaya karena penerimaannya terhadap agama, dengan penganut Kristen evangelis sebagian besar berpihak pada Partai Republik dalam beberapa dekade terakhir.

Sekitar 77 persen warga Amerika yang disurvei pada tahun 2022 mengatakan mereka percaya pada Tuhan, dibandingkan dengan 56 persen warga Kanada dan 39 persen responden Inggris, menurut jajak pendapat oleh Gallup International Association.

Baca Juga: