Kebijakan ini dinilai tidak akan mengubah perilaku eksportir menempatkan DHE-nya di luar negeri, setelah tiga bulan hasil DHE akan tetap dipindahkan ke luar negeri.

JAKARTA - Sekitar 2.478 triliun rupiah atau 167 miliar dollar Amerika Serikat (AS) Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari para eksportir Indonesia disembunyikan atau disimpan di sistem perbankan Singapura. Jumlah tersebut diperoleh dari rerata nilai ekspor Indonesia sejak tahun 2014 hingga 2022, dikurangi dengan estimasi jumlah dollar AS milik eksportir yang dikonversi ke rupiah.

Hasil kalkulasi CNBC Indonesia Intelligence Unit (CIIU) yang dikutip pada Senin (17/7) menyebutkan dampak serius dari kegemaran eksportir menyimpan dananya di perbankan luar negeri, terutama Singapura yang merupakan financial hub dunia, adalah berkah surplus perdagangan Indonesia selama 35 bulan berturut-turut yang tidak membekas bagi rakyat Indonesia.

Hal itu karena rata-rata atau 90 persen dari dana penjualan ekspor setiap tahunnya oleh para eksportir diserahkan pengelolaanya di pelbagai lembaga keuangan Singapura. Mereka menawarkan tidak hanya suku bunga simpanan dollar AS yang sangat tinggi, bisa tiga kali lipat dari suku bunga deposito valas di bank-bank Indonesia-tetapi juga bebas pajak apabila ingin beli aset investasi di Indonesia via lembaga keuangan Singapura.

Sebaliknya, bila eksportir menyimpan DHE di dalam perbankan Indonesia, mereka hanya memperoleh sekiranya sepertiga bunga deposito valas dari Singapura, dan malah dikenai pajak pendapatan bunga bila ingin beli aset keuangan seperti obligasi.

Menurut sumber CIIU di Bank Indonesia yang mengerti betul statistik arus uang masuk-keluar, jumlah DHE yang dikonversi oleh eksportir-eksportir Indonesia itu tidak lebih dari kisaran 10-15 persen dari perolehan penjualan ekspor mereka.

"Yang saya ingat per bulan eksportir kalau jual tidak sampai 1 miliar dollar AS," ungkap sumber itu. "Estimasi sekitar 10-15 persen dari DHE yang dikonversi ke rupiah, artinya yang betul-betul menjadi effective supply di pasar. Sisanya disimpan di perbankan Singapura." Sebutnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahaladia pernah blak-blakan mengatakan bahwa banyak pengusaha asal Indonesia yang berinvestasi di Indonesia tetapi tidak langsung, melainkan menggunakan perusahaan cangkang di Singapura, sehingga uang hasil ekspor Indonesia diklaim sebagai asal negeri tetangga itu.

"Saya yakin bukan uang Singapura, sebagian besar orang Indonesia. Itu bukan uang Singapura semua. Singapura jadi hub untuk mereka masuk ke Indonesia," katanya beberapa waktu lalu.

Berlaku 1 Agustus

Pemerintah resmi mewajibkan eksportir menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) paling sedikit 30 persen dalam sistem keuangan Indonesia minimal selama tiga bulan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang DHE dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam, sebagai pengganti PP Nomor 1 Tahun 2019.

Ketentuan ini berlaku bagi hasil barang ekspor pada sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Aturan ini akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2023 mendatang. Kebijakan ini dampaknya tidak akan signifikan menstabilkan rupiah, juga tidak akan meningkatkan cadangan devisa.

Selain itu kebijakan ini dinilai tidak akan mengubah perilaku eksportir yang menempatkan DHE-nya di luar negeri. Karena setelah tiga bulan hasil DHE akan tetap dipindahkan ke luar negeri. Dalam jangka panjang DHE yang mengendap di domestik akan tetap terbatas dan tidak signifikan membantu stabilisasi nilai tukar. Pasokan DHE di bank domestik baru akan meningkat apabila DHE ditukarkan ke rupiah.

Harus Dipaksakan

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudisthira menegaskan repatriasi DHE harus dipaksakan, tidak boleh diberi kelonggaran agar memberi manfaat untuk negara.

"Kalau DHE wajib disimpan di dalam negeri tetapi tidak dipatuhi eksportir maka efek kebijakan DHE akan kecil sekali manfaatnya," tegas Bhima.

Selama ini tidak berjalan karena memang belum ada sanksi tegas dari regulator. Masih sebatas pemberian insentif bunga yang lebih tinggi untuk deposito mereka. Tapi bunga itupun masih kalah menarik dengan yang ditawarkan di Singapura.

Baca Juga: