Benua "Super Pangea" terpecah menjadi tujuh seperti saat ini. Pada 250 juta tahun yang akan datang diperkirakan akan muncul superbenua baru yang disebut dengan "Pangea Ultima".

Benua "Super Pangea" terpecah menjadi tujuh seperti saat ini. Pada 250 juta tahun yang akan datang diperkirakan akan muncul superbenua baru yang disebut dengan "Pangea Ultima".

Daratan di Bumi secara teoritis mengalami evolusi. Sebelum memiliki benua-benua yang terpecah-pecah seperti sekarang ini, dulunya adalah berupa benua besar yang memiliki ukuran super yang disebut superbenua menurut Alfred Wegener.

Dalam laporan yang berjudul Asal Usul Benua dan Lautan (Die Entstehung der Kontinente und Ozeane), Wegener memaparkan bahwa pada zaman Mesozoikum (300 juta tahun yang lalu), semua benua yang ada saat ini pernah menyatu menjadi satu daratan sebagai supercontinent yang dinamakan Pangea.

Kata Pangea berasal dari bahasa Yunani pan yang berarti semua, dan gaia yang berarti Bumi. Superbenua ini kemudian secara perlahan pecah menjadi tujuh bagian seperti yang dikenal sekarang ini. Teorinya dibuktikan dengan adanya kesamaan bentuk garis pantai misalnya antara Amerika Selatan bagian Timur dan Afrika Barat.

Untuk membuktikan hipotesisnya ini benar, Alfred Wegener kemudian melakukan penelitian lebih dalam untuk menemukan bukti geologi dan paleontologis untuk menopang teorinya. Hasil penelitiannya sudah terangkum dalam beberapa fakta adanya kesamaan relevansi fosil, pegunungan yang identik, penemuan fosil.

Teori tentang superbenua yang dikemukakan oleh Wegener pada 1912 itu kini berlanjut. Diperkirakan pada 250 juta tahun yang akan datang, akan muncul superbenua baru yang disebut dengan Pangea Ultima. Kemunculannya superbenua baru nantinya akan dapat menyebabkan sebagian besar permukaan Bumi (92 persen) tidak dapat dihuni oleh mamalia.

Daratan planet ini diperkirakan akan membentuk superbenua, sehingga mendorong aktivitas vulkanisme dan peningkatan kadar karbon dioksida yang akan menyebabkan sebagian besar daratannya tandus.

"Tampaknya kehidupan akan lebih sulit di masa depan," kata ahli geologi di Pusat Penelitian Geosains GFZ Jerman di Potsdam, Hannah Davies. "Agak menyedihkan," ungkap dia menanggapi teorinya itu seperti dikutip dari Scientific American.

Menurut Davies, saat ini Bumi diperkirakan sedang berada di tengah-tengah siklus superbenua seiring dengan pergeseran benua-benua yang ada saat ini. Dalam paparannya di jurnal Nature Geoscience pada 25 September 2023, ia pun memodelkan iklim superbenua baru.

Alexander Farnsworth dari Universitas Bristol, Inggris, dan rekan-rekannya menemukan bahwa sebagian besar Pangea Ultima akan mengalami suhu lebih tinggi dari 40 derajat Celsius. Pada kondisi ini Bumi tidak dapat dihuni oleh mamalia.

"Saat benua-benua tersebut bergabung dan kemudian menjauh, benua-benua tersebut akan mendorong aktivitas vulkanik yang memuntahkan sejumlah besar CO2 ke atmosfer, dan hal ini akan memanaskan planet kita," kata Farnsworth.

Daerah di tengah superbenua, jauh dari lautan, akan berubah menjadi gurun yang tidak dapat ditinggali yang diharapkan terdapat mamalia yang sangat terspesialisasi," kata Farnsworth. Kurangnya kelembaban juga akan mengurangi jumlah silika yang terbawa ke lautan, yang biasanya menghilangkan CO2 dari atmosfer.

Kepunahan Massal

Peningkatan radiasi matahari akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut. Matahari diperkirakan 2,5 persen lebih terang pada saat pembentukan Pangea Ultima, akibat matahari membakar lebih banyak bahan bakar hidrogen dan menyusutkan intinya, sehingga meningkatkan laju fusi nuklirnya.

Dalam skenario terburuk, ketika tingkat CO2 mencapai 1.120 bagian per juta, lebih dari dua kali lipat tingkat saat ini, hanya 8 persen permukaan Bumi wilayah pesisir dan kutub yang dapat dihuni oleh sebagian besar mamalia, dibandingkan dengan sekitar 66 persen saat ini. Hal ini akan menyebabkan kepunahan massal.

"Ini tidak hanya terjadi pada mamalia. Bisa juga untuk kehidupan tumbuhan dan jenis kehidupan lainnya," kata Farnsworth.

Meski emisi karbon saat ini menjadi salah satu penyumbang dari pemanasan Bumi, namun yang disebabkan oleh aktivitas manusia tidak dipertimbangkan oleh para peneliti yang berfokus pada pemodelan iklim jangka panjang.

Davies, yang sebelumnya telah mempelajari pembentukan Pangea Ultima, mengatakan bahwa ada kemungkinan beberapa kehidupan mamalia dapat bertahan dari perubahan lingkungan. "Apakah mereka semua punah atau tidak, itu hanya satu hasil, tapi itu bukan satu-satunya hasil," kata dia.

Laporan penelitian belum mengetahui secara pasti di mana Pangea Ultima akan terbentuk. Pemodelan yang dilakukan Farnsworth mengasumsikan bahwa karbon dioksida akan menyatu di daerah tropis yang hangat, namun skenario lain menunjukkan bahwa karbon dioksida dapat terbentuk di atas Kutub Utara, sehingga menyebabkan kondisi yang lebih dingin sehingga kehidupan bisa berjalan lebih baik.

Davies mengatakan, ada beberapa bukti bahwa Pangaea dan superbenua lainnya sebelumnya memiliki gurun yang luas. Namun selanjutnya luasnya yang dapat dihuni berkurang menyebabkan kepunahan. "Anda melihat hal serupa terjadi pada peristiwa kepunahan akhir Trias sekitar 200 juta tahun lalu," kata Davies.

Jika manusia masih ada dalam 250 juta tahun mendatang, Farnsworth berspekulasi bahwa mereka mungkin telah menemukan cara untuk beradaptasi, dengan Bumi yang menyerupai novel fiksi ilmiah Dune tahun 1965.

"Apakah manusia menjadi lebih ahli di lingkungan gurun, lebih aktif di malam hari, atau tinggal di gua?" dia bertanya. "Saya menduga jika kita bisa keluar dari planet ini dan mencari tempat yang lebih layak huni, itu akan lebih baik," ucap dia.

Namun, ini mungkin bukan sebuah malapetaka dan kesuraman. "Ada peristiwa kepunahan yang terjadi di masa lalu, dan akan ada peristiwa kepunahan di masa depan," kata Davies. "Saya pikir hidup akan berhasil melalui hal ini. Ini hanya masa yang suram," imbuh dia. hay/I-1

Baca Juga: