Destinasi paling popular di Kamboja memang Angkor Wat dan candicandi sekitarnya di Kota Siem Reap. Namun, mengunjungi Kamboja belum lengkap kalau tidak menikmati makanan di Kampung Apung (floting village) di Danau Tonle.

Eksplorasi Kamboja sepertinya tiada habis-habisnya. Setelah puas di darat, turis juga dapat mengunjungi danau yang menjadi lokasi sebuah kampung terapung. Untuk sampai ke Kampung Apung tidak mudah dan lumayan jauh dari kota. Seperti tempat-tempat wisata di Siem Reap, Kamboja, menuju Kampung Apung juga tidak ada transportasi umum.

Para wisatawan harus mengeluarkan biaya mahal karena ketiadaan angkutan umum ini. Pelancong harus menyewa taksi yang sebagian besarnya menggunakan mobil-mobil mewah. Kalau mau lebih santai bisa menggunakan tuk tuk dan lebih murah.

Lokasinya keluar Kota Siem Reap sekitar setengah jam berkendara. Setelah itu memasuki jalan yang belum diaspal sekitar 15 menit, sampailah di Kampung Pluk. Dari sini tidak bisa menggunakan mobil, turis harus menyewa boat. Parahnya, di sini dihitung per orang. Makanya, sebelum ke Kampung Apong yang biasanya ditawarkan oleh pemandu wisata, bertanya dulu biaya boat. Sebab waktu itu dikenakan tiap orang 30 dollar AS pergi dan kembali.

Selain itu perlu ditanyakan kondisi air, surut atau pasang. Sebab kalau kebetulan surut, ke tempat ini, airnya dangkal dan bau. Dari Kampung Pluk ke Floating Village diperlukan waktu sekitar 20 menit. Perjalanan sepanjang Sungai Tonle Sap menuju Danau Tonle kurang bagus karena air kering, saat Koran Jakarta berkunjung. Rumah-rumah tampak sangat tinggi padahal biasanya "tenggelam" di kala air pasang. Bangunan serbakayu tersebut tampak kumuh dan tidak terawat. Warga kiri kanan sungai menggunakan air kali yang dangkal untuk mencuci dan mandi. Konon pemandangan bagus sekali saat air pasang.

Kampung Apung sesungguhnya lokasi kuliner. Ada sembilan restoran, namun yang buka hanya lima. Jadi tidak ada penduduk yang tinggal, seperti pengertian kampung pada umumnya. Mungkin karena air surut sehingga jarang wisatawan datang. Makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan menu di darat, seperti ikan, kelapa muda, nasi, dan sup yang menjadi khas Kamboja.

Sunset

Di tengah ketidakberuntungan karena air surut, tetap saja ada sisi untung. Saat itu, menjelang sore sehingga dapat menyaksikan matahari terbenam di tengah danau sehingga sinar merah yang pelan-pelan masuk ke dalam "air" lalu menghilang, sangat merekah.

Kebanyakan restoran sengaja menyediakan lantai atas yang terbuka agar wisatawan dapat mengabadikan proses matahari terbenam (sunset) secara jelas, tanpa halangan. Maka dari itu, banyak turis yang sengaja menunggu sore untuk menyaksikan matahari ke peraduan. "Restoran tutup pukul sembilan malam," ujar salah seorang pramusaji restoran yang tiap hari pergi pulang, Viyat (19).

Menurutnya, kalau air tengah surut memang tidak banyak turis yang mampir ke Kampung Apung. Selain menunggu matahari terbenam, pelancong disuguhi mainan anak-anak yang ditarik boat dengan kencang. Sementara itu, sang anak berpegang kayu yang diikat dengan tali di boat. Mereka berputar mengelilingi restoranrestoran. wid/G-1

Mencicipi Nasi Bambu

Salah satu yang menarik dalam perjalanan ke Kampung Apung, turis bisa mencicipi makanan khas Kamboja. Di antaranya, nasi bambu (bamboo rice). Jadi, nasi bambu ini dibuat dari ketan. Setelah dibumbui dengan santan dan diberi tambahan bumbu penyedap rasa lainnya lalu dibakar. Selain itu, disisipi juga sejenis kacangkacangan kecil model kedelai. Rasanya gurih, enak, dan mengenyangkan.

Di pinggir-pinggir jalan banyak dijual dalam kondisi hangat karena bisa langsung menunggu saat dibakar atau minta penjual untuk memanasi lagi, nasi bambu yang sudah matang. Makanan tersebut mirip-mirip kekayaan di Sumatera Barat yang namanya lemang. Demikian juga lemang pun dibuat dari ketan dengan bumbu-bumbu dan santan. Kemudian dibungkus dalam daun pisang, lalu dimasukkan ke dalam bambu dan dibakar.

Bedanya, nasi bambu ini dibakar dalam bambu-bambu kecil dan dimakan langsung dari bambu yang di-sigar-sigar (dibelahbelah) kecil-kecil. Rasanya sungguh nikmat. Lemang lebih mantap disantap dengan rendang. Kalau ini bisa begitu saja dimakan. Harga satu nasi bambu satu dollar AS (13.500 rupiah). Nasi ini bisa dibawa di dalam mobil untuk dinikmati di hotel atau dalam perjalanan. Namun lebih nikmat disantap di tempat pembakaran langsung agar nasi masih hangat.

Dalam bahasa setempat disebut kralan. Buat warga Kamboja ini adalah sebuah snack atau makanan kecil. Kralan sangat terkenal baik bagi warga lokal maupun asing. Ini bisa ditemukan di hampir seluruh Kamboja, khususnya di luar kota. Kralan yang terkenal datang dari Provinsi Kratie.

Cara membuatnya, pertama-tama kumpulkan bahan pokok seperti ketan, kacang, santan, gula, dan garam. Ketan direndam dulu selama dua jam, kemudian dicuci dengan air. Bambu yang sudah dipotong-potong dicuci dalamnya dengan air. Kemudian aduk dulu bahan-bahan dan masukkan ke dalam bambu, lalu ditekantekan. Bagian atas ditutup dengan daun, lalu dibakar. wid/G-1

Baca Juga: