Nama yang berarti "kesetiaan" atau "bom" lebih dianjurkan daripada "orang yang dicintai" atau "supercantik"

SEOUL - Di masa lalu, orang Korea Utara (Korut) didorong untuk memberi nama patriotik kepada anak-anak mereka yang memiliki makna ideologis atau bahkan militeristik, seperti Chung Sim (kesetiaan), Chong Il (senjata), Pok Il (bom), atau Ui Song (satelit).

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, setelah negara ini menjadi lebih terbuka terhadap dunia luar, orang Korut mulai menamai anak-anak mereka dengan lebih lembut, nama yang lebih membangkitkan semangat yang lebih mudah diucapkan, seperti A Ri (orang tersayang), So Ra (cangkang keong). dan Su Mi (supercantik), kata narasumber di negeri tersebut.

Alih-alih nama yang diakhiri dengan konsonan yang terdengar lebih keras, anak-anak diberi nama yang diakhiri dengan vokal yang lebih lembut, yang lebih mirip dengan nama yang diberikan kepada anak-anak di Korea Selatan (Korsel).

"Namun baru-baru ini, otoritas Korut menekan tren ini, mengharuskan warga dengan nama yang lebih lembut untuk mengubah nama yang lebih ideologis, dan bahkan nama anak-anak mereka, jika mereka tidak cukup revolusioner," kata narasumber tersebut.

"Penduduk mengeluh bahwa pihak berwenang memaksa orang untuk mengganti nama mereka sesuai dengan standar yang diminta oleh negara," kata seorang penduduk provinsi timur laut Hamgyong Utara yang meminta anonimitas atas jati dirinya.

"Mulai bulan lalu, pemberitahuan terus-menerus dikeluarkan pada pertemuan warga unit jaga lingkungan untuk mengoreksi semua nama tanpa konsonan akhir. Orang-orang dengan nama yang tidak memiliki konsonan terakhir memiliki waktu hingga akhir tahun untuk menambahkan makna politik pada nama mereka untuk memenuhi standar revolusioner," imbuh dia.

Dalam pertemuan dan pemberitahuan publik, pejabat telah menginstruksikan orang dewasa dan anak-anak untuk mengubah nama mereka jika dianggap terlalu lembut atau sederhana, dan bahwa nama tanpa konsonan akhir adalah "antisosialis," kata narasumber lain.

"Banyak orang tua menunjukkan keengganan yang sangat kuat," kata narasumber itu, secara pribadi menanyakan apakah pihak berwenang akan memaksa mereka menamai anak-anak mereka untuk mencerminkan era kelaparan dan penindasan saat ini.

Pemerintah telah mengancam akan mendenda siapa pun yang tidak menggunakan nama dengan makna politik, kata seorang penduduk di provinsi utara Ryanggang yang meminta namanya dirahasiakan.

"Perintah otoritas kehakiman untuk segera mengganti nama antisosialis sudah ditegaskan di setiap rapat warga sejak Oktober," ujar dia seraya menambahkan, belum diketahui apakah pemerintah benar-benar akan mengeluarkan denda atau berapa besarannya.

Nama-nama tersebut tidak boleh mencerminkan tren di Korsel, yang menurut Korut mencontek dari budaya Yankee Barat yang dekaden," menurut narasumber lainnya.

"Pihak berwenang mengkritik beberapa generasi keluarga karena tidak ragu menamai anak-anak mereka dengan campuran nama Tiongkok, Jepang, dan Korsel daripada nama Korut," kata dia.

Secara pribadi, warga dengan sinis bertanya apakah mereka harus mengambil nama kuno seperti Yong Chol, Man Bok atau Sun Hui, kata narasumber lain. Untuk penutur bahasa Inggris, ini mungkin terdengar kuno seperti nama-nama seperti Gladys, Mildred, atau Eustace.

"Mereka berkata, jika telanjang dan kelaparan adalah sosialisme sejati, kami benar-benar menentangnya," kata narasumber itu.

Banyak orang mengungkapkan ketidaksetujuan yang kuat tentang tirani otoritas yang memaksakan kolektivisme, dengan mengatakan, 'Bagaimana mungkin manusia tidak diizinkan untuk menyebut diri mereka sendiri? Apakah kita sebenarnya bagian mekanis atau ternak?'" RFA/I-1

Baca Juga: