Sumur resapan ­dinilai tidak efektif mengatasi banjir di ­Jakarta. Karena itu rencana DPRD DKI ­menghapus ­anggaran sumur ­resapan di ­tahun 2022 sudah tepat.

Pembangunan sumur resapan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menuai kontroversi. Setelah dinilai tidak efektif dalam mengatasi banjir di Jakarta dan bahkan justru menjadikan air laut masuk merembes ke darat, kini pengerjaannya yang menjadi sorotan.

Pembangunan sumur resapan atau vertical drainage merupakan janji Gubernur DKI Anies Baswedan saat kampanye pemilihan gubernur. Program tersebut merupakan jawaban atas program normalisasi sungai dari gubernur sebelumnya yang menurutnya tidak tepat sasaran dan belum efektif mengatasi banjir.

Sayang sekali, pelaksanaan pembangunan sumur resapan terkesan asal-asalan. Lokasi titiknya juga tidak tepat, terlalu ke tengah sehingga membuat macet lalu lintas. Selain itu juga ada yang berdekatan dengan Banjir Kanal Timur (BKT), yang seharusnya tidak perlu dibangun sumur resapan karena air bisa langsung disalurkan ke BKT.

Pembangunan sumur resapan di Jalan lebak Bulus III, Jakarta Selatan merupakan salah satu yang menganggu kenyamanan pengguna jalan. Lubang-lubang besar yang menganga agak di tengah jalan membuat jalan menjadi sempit dan akibatnya terjadi kemacetan parah selama pengerjaannya.

Selesai dilubangi, jalan ditutup lagi. Sayang hanya beberapa hari tutupnya ambles karena tidak kuat menahan beban kendaraan yang lewat di atasnya. Selain itu tinggi penutupnya tidak rata dengan jalan yang ada. Untuk mengatasi hal itu, jalan kemudian diaspal ulang. Setelah diaspal dibuat lagi lubang-lubang kecil untuk mengalirkan air masuk ke dalam lubang. Sangat terlihat tidak ada perencanaan dan kesannya hanya menghabiskan anggaran saja.

Belum lagi pemasangan beton-beton sumur resapan ada yang menindih kabel bawah tanah. Tinggal menunggu waktu saja kabel-kabel tersebut mengelupas karena mendapat tekanan berat dari kendaraan yang melintas.

Terhadap kejadian-kejadian tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menegur 29 kontraktor yang menjadi rekanan pembangunan sumur resapan untuk memperbaiki dan memastikan pengerjaannya sudah sesuai standard dan sesuai harapan masyarakat. Pembangunan sumur resapan di Lebak Bulus III menjadi pesan agar seluruh vendor kontraktor dapat mengerjakan proyek sebaik mungkin mulai dari perencaan hingga eksekusi.

Persoalan pembangunan sumur resapan yang amburadul tidak cukup diatasi dengan memanggil dan memberi sanksi kepada kontraktornya saja. Lebih dari itu, pengawas proyek atau pimpinan proyek tersebut juga harus diberi sanksi. Urusan kontraktor ditegur Pemprov itu bukan urusan warga Jakarta. Warga Jakarta taunya itu proyek Permprov yang menggunakan uang rakyat. Kalau gagal atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, merekalah yang harus bertanggung jawab.

Sumur resapan dinilai tidak efektif mengatasi banjir di Jakarta. Karena itu rencana DPRD DKI menghapus anggaran sumur resapan di tahun 2022 sudah tepat. Saat ini, sumur resapan yang dibangun sudah 15.000 titik, kurang satu persen dari rencana 1,8 juta titik. Itu saja sudah banyak masalah, bagaimana kalau 1,8 juta titik? Bukan hanya membuat kemacetan dan merusak jalan aspal yang sudah mulus, yang lebih mengkhawatirkan itu akan mempercepat masuknya air laut ke darat dan akan membuat Jakarta seperti kapal bocor.

Baca Juga: