JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan harga beras yang tinggi di dalam negeri dipengaruhi oleh biaya produksi yang juga besar. Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas, Rachmi Widiriani, menyampaikan petani berhak mendapat keuntungan lantaran biaya yang dikeluarkan untuk menanam beras tidak sedikit. Namun, hal itu berdampak pada harga yang tinggi di pasaran. "Kalau kita runut dari cost factor produksi beras di dalam negeri memang tinggi.
Jadi, petani juga berhak mendapatkan keuntungan," kata Rachmi, di Bali, Jumat (20/9). Saat ini, petani mendapat cukup keuntungan karena harga gabah yang dibeli di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Menanggapi hal itu, Guru Besar Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan jika penghasilan petani tidak diperbaiki, dikhawatirkan akan memicu urbanisasi yang berujung pada penurunan swasembada pangan.
"Penduduk desa sekarang sudah banyak yang enggan bertani, banyak yang enggan tinggal di desa dan lahan pertanian semakin hilang, berganti menjadi perumahan serta lahan bisnis. Jika nasib petani tidak diperbaiki, akan mendorong masyarakat desa untuk hijrah ke kota. Sebab, secara naluriah mereka tentu punya harapan yang lebih dari apa yang selama ini mereka dapatkan di desa," kata Bagong. Imbasnya ke swasembada pangan yang terus menurun dan dampaknya sudah dirasakan masyarakat dengan semakin mahalnya harga beras. Makin sulitnya swasembada pangan itu karena sumber daya di perdesaan terus berkurang.
Terpisah, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan harga beras di tingkat konsumen memang dipengaruhi banyak faktor. Harga input, biaya transportasi dan distribusi, stok menjadi beberapa di antaranya. Harga input dari waktu ke waktu mengalami kenaikan terutama pupuk dan pestisida, juga tenaga kerja yang makin mahal dan langka. "Sayangnya, biaya input yang besar tidak diimbangi perubahan atau kenaikan harga jual. Jika dibandingkan keduanya menghasilkan tingkat pendapatan petani yang cenderung stagnan," kata Said.
Petani Selalu Kalah
Meski demikian, harga input bukan satu-satunya faktor, jumlah produksi dan stok beras di pasaran merupakan faktor yang sangat besar berpengaruh pada kenaikan harga beras. Biaya input hanya berpengaruh lebih banyak pada tingkat pendapatan petani.
"Kenapa demikian, karena petani menjual gabah, bukan beras, dan selama ini petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Artinya, petani tidak pernah punya posisi yang kuat untuk mempertahankan harga yang menguntungkan.
Mereka kecenderungannya selalu kalah dengan tengkulak atau penggilingan," terang Said. Faktor lain yang berhubungan adalah biaya produksi gabah ke beras dan biaya transportasi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pungutanpungutan juga menjadi pengaruh pada kenaikan harga.