JAKARTA - Produksi pangan lokal harus digenjot untuk menghindari dampak krisis pangan global. Industri Kecil dan Menengah (IKM) bidang pangan menjadi salah satu sektor yang sangat terdampak dari gejolak tersebut, mengingta bahan bakunya banyak bersumber dari pangan impor.

Karenanya, potensi sumber daya alam (SDA) lokal juga harus digali, terutama yang bisa dijadikan bahan baku bagi untuk IKM pangan. Di sisi lain, pelaku IKM pangan juga harus mulai menggunakan bahan baku lokal dalam menjalankan roda produksinya, supaya ada kejelasan di sisi hilir dari bahan baku lokal ini.

Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Reni Yanita berharap lembaga terkait dan pemerintah daerah memprioritaskan peningkatan produksi pangan. "Tidak hanya beras, tapi juga pangan lainnya seperti jagung, ubi kayu, ubi rambat, dan porang," ujarnya dalam pelaksanaan Indonesia Food Inovation (IFI) di Jakarta, Senin (1/8).

Kata Reni, selain untuk menggerakkan perekonomian rakyat, upaya tersebut juga dapat menjadi solusi krisis pangan global. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menjelaskan bahwa Penganekaragaman pangan merupakan upaya meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan yang berbasis potensi sumber daya lokal.

Dalam mengantisipasi krisis pangan pasca pandemi serta efek domino dari konflik di Eropa Timur yang menyebabkan kenaikan harga bahan pangan, diversifkasi pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Wilayah Indonesia memiliki area geografis, demografis, dan sumber daya alam yang melimpah dan strategis. Namun, Indonesia masih berhadapan dengan permasalahan ketahanan pangan dan impor pangan dalam skala besar.

Berdasarkan laporan Economist Impact, skor indeks ketahanan pangan global (GFSI) di Indonesia pada 2021 berada di skor 59,2 dengan peringkat ke-69. Bahkan, jika dibandingkan dengan beberapa negara yang memiliki karakteristik yang serupa, seperti banyaknya jumlah penduduk, posisi Indonesia masih relatif tertinggal.

Kontribusi Besar

IKM pangan itu tergolong industri makanan dan minuman (mamin). Sektor ini merupakan kontributor terbesar dari sekian sektor industri pengolahan non-migas yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Pada triwulan I-2022, sektor Industri makanan dan minuman menyumbang 37,77 persen dari nilai produk domestik bruto (PDB) industri nonmigas atau 6,55 persen dari total PDB Nasional. Dari nilai tersebut, sebagiannya merupakan kontribusi IKM makanan dan minuman yang berjumlah sekitar 1,68 juta unit usaha atau 38,27 persen dari total unit usaha IKM secara keseluruhan.

Baca Juga: