Defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran dan Israel yang dapat memicu lonjakan harga minyak dunia.

JAKARTA - Pemerintah harus segera mengambil langkah nyata demi meredam dampak konflik Iran dan Israel. Sebab, dalam waktu dekat akan berpengaruh terhadap perekonomian nasional, termasuk membengkaknya subisidi energi.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan konflik Timur Tengah sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, terutama harga energi. Pasalnya, saat ini Indonesia masih menjadi negara importir meskipun mempunyai sumber minyak.

Dia meyakini konflik Iran dan Israel berpengaruh terhadap harga minyak mentah dunia sehingga berdampak terhadap kebijakan bahan bakar minyak (BBM), baik bersubsidi maupun nonsubsidi. Dirinya memperkirakan kenaikan subsidi energi sebanding dengan lonjakan harga minyak dunia, yaitu sekitar 26-32 persen.

Karena itu, tegas Esther, pemerintah perlu merevisi asumsi indikator makroekonomi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tentang harga minyak dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kedua indikator tersebut berdampak terhadap kenaikan realisasi belanja di APBN, khususnya subsidi BBM, energi, dan impor. Terlebih lagi, besarnya cicilan utang luar negeri dan bunganya juga meningkat.

"Karena itu, caranya harus alokasikan anggaran ke aktivitas produktif sehingga bisa men-generate income (memacu penerimaan) lebih banyak," ucapnya kepada Koran Jakarta, Rabu (17/4).

Pada saat bersamaan, lanjutnya, pemerintah harus mendorong ekspor produk industri dalam negeri. Tak hanya itu, pemerintah perlu mengelola anggaran secara efisien dan menghindari pemborosan.

Senada, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperingatkan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran dan Israel yang dapat memicu lonjakan harga minyak dunia. Situasi tersebut dapat menyebabkan defisit fiskal yang melebar di tengah menurunnya penerimaan negara akibat normalisasi harga komoditas, sehingga meningkatkan pembiayaan anggaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan imbal hasil obligasi Indonesia.

Dia menuturkan ketika harga minyak dunia melonjak, ancaman inflasi global yang tinggi kembali membayangi perekonomian global. Negara-negara importir minyak seperti Indonesia dapat meningkatkan tekanan inflasi impor.

Defisit Perdagangan

Dengan melemahnya ekonomi global dan normalisasi harga komoditas, yang berdampak negatif pada kinerja ekspor, surplus neraca perdagangan Indonesia dapat dengan cepat berubah menjadi defisit sehingga memicu pelebaran defisit transaksi berjalan dan memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah.

Lebih lanjut, Josua mengatakan ruang kebijakan fiskal yang menyempit akibat pelebaran defisit akan membatasi belanja pemerintah yang produktif.

Sementara itu, pemerintah menegaskan tak ada kenaikan harga BBM hingga Juni mendatang sekalipun perang mempengaruhi harga minyak karena jalur logistik energi di Selat Hormuz ikut terganggu. Meski demikian, pemerintah akan memonitor perkembangan situasinya dalam satu sampai dua bulan ke depan.

"Jadi, saat ini belum ada kebijakan khusus, namun yang sekarang paling penting kita jaga tentunya adalah biaya logistik. Kemarin sebelum ada kasus Iran saja harga minyak dunia sudah naik, tapi tentu kita terus jaga, karena biaya transportasi utamanya dipengaruhi dari biaya BBM. Pemerintah sudah berkomitmen bahwa BBM tidak akan naik sampai Juni 2024," tutur Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Baca Juga: